Oleh: Supiati, S. Ag.,M. Sos

Sekrtaris PD IPARI Kota Banda Aceh

Ketika kita berbicara tentang dana haji, yang kita sentuh bukan hanya angka. Kita sedang menyentuh sesuatu yang jauh lebih sakral: kepercayaan umat. Maka sangat tepat ketika Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tidak hanya fokus pada manajemen keuangan berbasis sistem, tetapi juga membuka ruang partisipasi sosial melalui keterlibatan para penyuluh agama.

Langkah kolaboratif antara BPKH dan IPARI (Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia) adalah sinyal kuat bahwa tata kelola dana umat perlu berdiri di atas pondasi spiritual, sosial, dan profesional.

Lebih dari Sekadar Ceramah

Penyuluh agama bukan hanya penyampai ceramah. Mereka adalah jembatan nilai dan informasi, penghubung antara sistem formal dan umat di akar rumput. Kedekatan mereka secara struktural dengan KUA, serta kedekatan kultural dengan masyarakat, menjadikan mereka agen kepercayaan yang sangat efektif.

Dalam konteks potensi dana haji yang bisa menembus Rp600 triliun, keterlibatan penyuluh adalah kebutuhan strategis. Pengawasan sosial tidak bisa diserahkan hanya pada birokrasi, tetapi perlu ditumbuhkan melalui rasa memiliki yang kuat dari umat. Penyuluh berada di posisi ideal untuk itu.

Literasi Keuangan Syariah: Jalan Menuju Kemandirian Umat

Masih banyak calon jamaah haji yang belum memahami bagaimana dana mereka dikelola. Di sinilah peran penyuluh agama menjadi penting. Mereka bisa menjadi duta literasi keuangan syariah, menjelaskan bahwa menabung untuk haji bukan hanya soal ibadah, tapi juga soal menitipkan amanah dengan kesadaran finansial.

Usulan BPKH untuk memberikan pelatihan, insentif berbasis kinerja, dan sistem digital pelaporan penyuluh adalah langkah konkret yang patut didukung. Tapi keterlibatan ini harus nyata, bukan simbolik. Penyuluh harus benar-benar dilibatkan sebagai mitra strategis, bukan sekadar pelengkap.

Sinergi Lintas Sektor: Bukan Pilihan, Tapi Keharusan

Pernyataan Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi, sangat relevan:

“Kalau umat merasa dilibatkan, mereka akan merasa memiliki.”

Inilah akar dari kepercayaan publik. Pelibatan penyuluh agama dalam tata kelola dana umat adalah bagian dari transformasi layanan keagamaan yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan zaman.

Kolaborasi lintas institusi—antara BPKH, IPARI, dan Ditjen Bimas Islam—bukan sekadar agenda administratif, tapi ijtihad kelembagaan dalam menjaga marwah ibadah haji yang disokong oleh sistem yang adil, transparan, dan partisipatif.

Libatkan Penyuluh, Bangun Ekosistem, Jaga Amanah Umat

Penyuluh agama hari ini adalah agen perubahan sosial. Mereka bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi juga mengawal nilai—dari zakat, wakaf, hingga dana haji. Di tengah masyarakat, mereka menyemai kesadaran, menjembatani informasi, dan menjaga amanah umat.

Sudah saatnya penyuluh diberi peran strategis dan ruang aktualisasi dalam sistem pengelolaan keuangan keagamaan. Ini bukan soal program jangka pendek, ini soal masa depan tata kelola dana umat yang berkarakter.

Transparansi dan akuntabilitas tidak dibangun dari ruang rapat, tapi dari ruang-ruang pengajian, rumah-rumah warga, dan mushalla tempat penyuluh bekerja dengan ikhlas dan konsisten.

Jika dana haji adalah amanah besar, maka penyuluh agama adalah penjaga kepercayaan di garis depan.

Sudah waktunya kita berhenti melihat mereka sebagai pelengkap, dan mulai mengakui mereka sebagai pilar utama tata kelola yang berkeadilan dan menyentuh umat secara langsung.

"Dana haji adalah ibadah yang dititipkan. Setiap rupiahnya adalah amanah, dan setiap prosesnya wajib diawasi dengan iman dan akal sehat."

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top