LAMURIONLINE.COM I KOTA JANTHO – Di tengah polemik pemanfaatan dan peruntukan tanah wakaf Blang Padang milik Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang merupakan warisan wakaf dari Kesultanan Aceh, kini justru lahir inspirasi baru dari dua sosok dermawan yang memilih mewakafkan tanah mereka untuk kepentingan pendidikan keagamaan dan kemaslahatan umat.
Pada akhir Juni 2025, Drs Mahdi Hasballah, mantan pejabat Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, mewakafkan tanah seluas 2.250 meter persegi yang terletak di lokasi strategis Gampong Lampeuneurut, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. Tanah ini akan diperuntukkan bagi pembangunan SMK Unggul, sebuah langkah strategis untuk mendukung pendidikan vokasi di daerah tersebut.
Menyusul langkah tersebut, pada Kamis (3 Juli 2025), muncul sosok Drs Tgk H. Bukhari MA, mantan pejabat Kanwil Kemenag Aceh, yang turut mewakafkan tanah seluas 2 hektar untuk pembangunan sebuah dayah (pesantren) di Gampong Suka Mulya, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar. Prosesi ikrar wakaf berlangsung di Lambaro dan disaksikan langsung oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), Jamhur S.Hi, M.A, antara wakif Drs H. Bukhari MA dan nazhir Tgk H. Muhammad Lubok, Wakil Ketua MPU Aceh Besar sekaligus Pimpinan Dayah Darul Aman Lubok, Kecamatan Ingin Jaya. Turut hadir Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Aceh Besar, H. Khalid Wardana S.Ag, M.Si, serta tokoh masyarakat Muhammad Nur.
“Keinginan untuk mewakafkan tanah ini sudah lama saya niatkan. Di usia yang kian senja, saya berharap masih dapat berkontribusi untuk umat, khususnya dalam penguatan pendidikan dayah dan peningkatan kualitas SDM generasi muda Aceh yang islami,” ujar Waled Bukhari, sapaan akrab Drs Tgk H. Bukhari MA, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Penais Kemenag Aceh.
Wakil Ketua BWI Aceh Besar, H. Khalid Wardana, menyampaikan bahwa wakaf tidak hanya mendatangkan manfaat duniawi, tetapi juga keberkahan ukhrawi. “Wakaf itu menyucikan harta, mempererat ukhuwah, dan menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Selain itu, wakaf juga memiliki peran penting dalam mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” jelasnya.
Belajar dari berbagai kasus sengketa tanah wakaf, termasuk Blang Padang, BWI Aceh Besar mengimbau para nazhir, aparatur gampong, dan pemuka agama untuk segera mengurus legalitas tanah wakaf. Proses ini mencakup pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) di Kantor Urusan Agama (KUA) dan sertifikasi tanah wakaf di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat tanah wakaf, menurut Khalid, sama pentingnya dengan sertifikat hak milik atau buku nikah. “Jika tidak disertifikasi, aset wakaf rawan disalahgunakan atau disengketakan,” ujarnya.
Langkah para tokoh ini diharapkan dapat menjadi teladan bagi masyarakat Aceh, bahwa wakaf bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga instrumen nyata untuk membangun masa depan pendidikan dan kemaslahatan umat secara berkelanjutan.
Narahubung: BWI Aceh Besar
*Email: [info@bwiacehbesar.or.id](mailto:info@bwiacehbesar.or.id)
0 facebook:
Post a Comment