Dari Diskusi Serambi Mesjid

 
Diskusi di serambi masjid tetap s a j a b e r l a n g s u n g d a n b e r k e l a n j u t a n . Te m a n y a macam-macam, kadang kala tentang halhal aktual, yang hangat dibicarakan media. Diskusi itu menjadi forum pencerahan, selaturrahmim dan pengimbang obrolan warung kopi. Saya dan Abu Muhammad saja yang tak pernah absen dalam diskusi ba'da ashar itu. Tidak lama-lama, 7 hingga10 menit. Hanya saja akhir-akhir ini, jarang “terekam” hasil diskusi itu. 

Dalam rangka menyambut tahun baru Islam, 1 Muharram 1435 h i j r i a h b a r u - b a r u i n i , s a y a menanyakan hal sederhana pada Abu Muhammad dalam Diskusi Serambi Masjid itu. “Abu, sudah bertahun-tahun kita peringati tahun baru hijriah, tapi apa yang praktis dapat dilakukan ummat, sehingga membekas dalam kehidupan seharihari?” “Saya termasuk orang yang tidak sependapat tahun baru itu diperingati, sebab jika ia dianggap untuk menyegarkan semangat kita dalam ber-Islam, maka penyegaran itu dapat kita lakukan setiap hari,” katanya. Itulah Abu Muhammad, yang hampir selalu pandangannya berbeda dengan opini publik. “Lalu, apa yang bisa kita lakukan, Abu?” tanya saya lagi. Dia menyarankan, masyarakat muslim Aceh dapat memulai dari hal-hal kecil dalam masyarakat, misalnya setiap surat menyurat pemerintah gampong dan p e n g u r u s m a s j i d m e n g g u n a k a n penanggalan hijriah dalam setiap surat dan dokumen administrasi. “Bukankah ini hal gampang bisa dilakukan?” katanya. Demikian juga, spririt hijrah dapat diterapkan dalam skala mikro di setiap gampong. Spirit hijrah itu misalnya perubahan menuju masyarakat madani: masyarakat yang cerdas dan sejahtera di bawah lindungan Allah swt. Tentu, kita tidak memulai lagi seperti dilakukan Rasulullah Saw dengan membangun masjid, tinggal lagi mengisi masjid yang telah ada. Bagaimana mengisinya Abu? “Masjid harus percaya diri menutupi kelemahan pemerintah gampong, yang cenderung kurang sekali mengurus syariat Islam, jadi pengurus masjid harus tampil sebagai pemerintah Islam di gampong.” Wah Abu apakah ini artinya dalam negara ada negara? “Informal saja,” jelas Abu Muhammad, singkat. 

Abu Muhammad menyebut agenda masjid yang dapat dikerjakan misalnya inisiatif membangun kesadaran warga b e l a j a r I s l a m ( p e n a g j i a n r u t i n ) , mengundang warga shalat berjamaah, melakukan pelayanan sosial, hingga membuat panduan syariat Islam. “Ketika pemerintah gampong tak membuat qanun atau reusam syariat, masjid boleh membuatnya,” kata Abu Muhammad. 

M e n u r u t A b u M u h a m m a d , pemerintah dan gampong dan pengurus masjid dapat bersatu padu merancang pembangunan masyarakat madani yang dapat dimulai dari bawah, tanpa harus menanti gagasan atau konsep besar dari pemerintah di atasnya. “Bisa saja kita galang sumber daya yang ada atau memulai dengan pilot proyek,” gagasnya. “Saya pernah menyaksikan aktivis dakwah di Thailand bekerja di lapisan bawah masyarakat. Mereka umumnya doktor alumni luar negeri dan tidak bekerja pada pemerintah. Jadi apa salahnya alumni Timur Tengah yang kini cukup banyak di Aceh kita galang menggerakkan apa yang kita diskusikan ini,” kata Abu Muhammad di penghujung diskusi. Saya sependapat saja Abu, namun gagasan ini perlu kita konkretkan lagi.*
SHARE :
 
Top