Oleh : Murizal Hamzah
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Sepenggal kalimat itu telah kita dengar sejak kecil. di bawah alam sadar, ucapan itu itu terus membumi hingga kita dewasa. Dalam berbagai percakapan, disampaikan sepotong kalimat itu.
Kata fitnah yang dimaksud dalam jargon itu dikutip dari surat al Baqarah ayat 191,“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 191)
UIama tafsir Imam Ath-Thabari menyatakan yang dimaksud fitnah dalam firman itu adalah perbuatan syirik. Maksudnya perbuatan syirik lebih besar dosanya dari pembunuhan. Terlepas dari perbedaan pemahaman itu ada satu kata kunci yakni menyebarluaskan kabar bohong adalah dosa. Dilarang dalam Islam karena bagian dari perbuatan ghibah.
Dulu untuk melakukan ghibah atau fitnah, kita harus bergerak bertemu rekan. Ada usaha fisik untuk melancarkan aksi fitnah. Kini di era teknologi, sengaja atau tidak, suara ghibah atau bohong sangat mudah dilakukan yakni dengan memainkan ujung jari.
Setiap detik, kita menerima kabar fakta atau fitnah. Nah bagaimana jika kita karena kebodohan atau tidak paham ikut berbagi kabar dusta?   Ada trik agar kita tidak terjerumus berbagai berita dosa yakni pastikan setiap berita yang masuk ke hape, fb atau medsos dan lain-lain perlu dicek lagi. Kunci pertama yakni tidak percaya pada narasumber berita sebelum kita melakukan cek dan ricek. Media yang bermutu tidak suka memberitakan kabar bohong.
Umat Islam punya pedoman ketika mendapat info dengan bertanya, apakah info itu shahih?  Ini rujukannya,” Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (QS al-Hujuraat [49]: 6)
Trik kedua, apakah isi artikel yang kita terima itu termasuk kabar baik? Tidak menimbulkan kegaduhan atau keresahan masyarakat? Dalam kasus kerusuhan di Tanjungbalai pekan lalu,  polisi menyebutkan ada warga yang sebarluaskan info yang bikin suasana semakin kacau sehingga rumah ibadah dihancurkan dan dibakar.
Tidak semua info yang masuk ke telepon seluler perlu kita bagi ke  teman-teman lain. Menyebarluaskan kabar yang ternyata bohong itu seperti melepaskan kapas yang dibawa angin dan kini disuruh kumpulkan lagi kapas seperti semula. Tentu ini tidak bisa dilakukan 100 persen.
Islam mencegah umatnya yang berlebihan dalam bertindak karena itu tidak baik. Jika pun mau up date status di media sosial, sekedar saja berbagi ilmu.   “Dan sesungguhnya orang yang paling aku dibenci dari kalian dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang banyak bicara.” (HR. Tirmidzi)

Tidak ada kata lain, berhematlah atau pelit dalam berbagai info di berbagai grup di medsos. Sebaliknya  berbagi prestasi warga yang hapal Quran, rumah dhuafa dengan harapan ada bantuan itu lebih berfaedah. Fitnah atau neraka bisa terletak di ujung jari, demikian juga, surga ada di ujung jari jika dilakukan secara cerdas dan amanah.
Sumber : http://baiturrahmanonline.com/2016/08/05/fitnah-di-ujung-jari/
SHARE :
 
Top