Oleh : Anna Setiawati

Tanda Bukti Pendaftaran Pemilih sejak bulan September 2016 sudah sampai kepada Pemilih. Tahun ini adalah tahun ke tiga untuk pelaksanaan uji baca Alqur’an untuk kandidat calon gubernur beserta wakilnya dan calon bupati/walikota serta wakilnya dalam pilkada. Sepertinya pada tahun ini, kualitas mengaji para kandidat terlihat lebih baik alias naik kelas, tidak terdengar lagi ada di antara para kandidat yang membaca Alquran dengan suara meungom-ngom. Persyaratan baca Al-Qur'an bagi pemimpin daerah Aceh bukan hanya untuk calon saja tetapi mengikat seluruh bakal calon. 

Ketentuan ini diatur dalam Qanun Aceh 7/2006 tentang Perubahan Kedua atas Qanun 2/2004 tentang Pemilihan Gubernur/Wagub, Bupati/Wabup, Walikota/Wawali di Provinsi Aceh. Pembahasan yang juga sangat menarik perhatian masyarakat adalah mengenai ayat-ayat yang diberikan kepada para kandidat dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. 

Persyaratan adminstrastif Pilkada di berlakukan untuk seluruh calon Kepala Daerah di Indonesia, khusus untuk Propinsi Aceh persyaratan itu ditambah dengan kemampuan membaca Al Qur'an. Menurut hemat saya seorang calon pemimpin tidak hanya dapat membaca Al Qur’an saja tetapi harus faham benar tentang tugas tugas kepemimpinanya sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran. 

Kalau perlu ikut pelatihan dulu gitu tentang “Leadership Menurut Qur’an”. Masyarakat tidak perlu lagi memilih seorang calon pemimpin yang dalam kampanyenya getol menebar rayuan. Sebab pemimpin demikian biasanya akan ingkar terhadap janji-janjinya, karena banyaknya janji yang ditebarkan tidak mungkin dapat tepenuhi dalam 5 tahun memimpin sebuah daerah. Pemimpin ideal yang layak mendapat dukungan, digariskan Quran hanyalah pemimpin yang memiliki karakter seorang Khalifah, Imam, Malik, dan Ulil Amri. Allah SWT lewat firman-Nya untuk umat manusia dalam memilih pemimpinnya.

Allah menunjukkan, bahwa masyarakat hendaknya memilih pemimpin yang berkarakter Khalifah sebagaimana dalam Surat Al-Baqoroh ayat 30 dan Shad ayat 26. Sedangkan isi Al-Baqoroh ayat 30 yang menunjukkan tentang yang menyebut pemimpin dengan istilah Khalifah .Masih banyak lagi ayat lainya misalnya :Q.S Al-An’am : 115,Al Baqarah : 124, At Taubah ; 112, Al Ahzab : 35 dan lain lain. 

Berdasaran Surat Al-Baqoroh dan Surat Shad itu, Allah telah meminta umat manusia untuk memilih pemimpin dengan latar belakang yang steril dari perilaku membuat kerusakan di atas bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, dan tidak mengikuti hawa nafsu. Dengan kata lain, pemimpin ideal menurut ayat-ayat ini, disamping memiliki keteladanan, kemampuan emosional dan sikap mental yang baik, juga harus memiliki kecerdasan intelektual kesempurnaan ilmu, dan ketelitian amal perbuatan yang mumpuni. 

Sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al Baqarah ayat 124 dan Al Furqan ayat 74 Jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang di lihat dan dinilai banyak orang. Pemimpin ideal menurut al Qur’an pertama adalah mereka yang memiliki sikap emosional yang terkendali, sikap mental yang mapan, dan kecerdasan intelelektual yang mumpuni. 

Tidak berbuat kerusakan di bumi, tidak menumpahkan darah, berbuat adil, dan tidak menuruti hawa nafsu.Sedangkan yang kedua, pemimpin ideal adalah seseorang yang terpilih tidak sekedar karena gen (keturunan), tetapi lebih banyak karena kemampuan diri sendiri, Sebaliknya jika masyarakat suatu daerah itu tak mengindahkan garis demokrasi sosok pemimpin sebagaimana difirmankn Allah dalam Al-Quran, maka besiap saja, nanti Allah akan memberikan sebuah peristiwa memperihatinkan atau tragedy. 

Allah sebagai pemberi amanah dari “langit” menentukan bahwa pemimpin itu harus menegakkan hukum (law enforcement) dan keadilan serta menghindarkan diri dari mengikuti hawa nafsu. Tanpa keadilan, yang berlaku adalah “hukum rimba”: siapa yang kuat(mungkin harus dibaca: siapa yang punya pasukan), maka dialah yang menang. Hawa nafsu adalah godaan terus menerus didalam diri kita yang selalu mengajak kita untuk menyimpang dari kebenaran. 

Al-Qur’an telah menuntun kita untuk memberi amanah kepada pemimpin yang menjalankan agamanya dengan baik, menegakkan hukum dan keadilan, berpegang pada kebenaran, lekas bertobat bila keliru, memberi informasi yang benar pada rakyatnya, tidak menurutkan hawa nafsu dan selalu membina hubungan baik kepada Allah dan masyarakat. 

Pemimpin yang seperti ini akan menyebarkan berkah disekelilingnya. Sebaliknya, kegagalan memilih pemimpin yang sesuai dengan nilai normatif Qur’ani, bukan saja menebar musibah di kalangan manusia, namun akan membuat buah yang manis menjadi kecut, tanah yang subur menjadi kering, dan keberkahan menjadi hilang. 

Alangkah indahnya hidup berdemokrasi dengan pemimpin yang mampu mengayomi masyarakat. Semoga para pemimpin yang terpilih nanti benar benar mampu menjalankan amanah. 

Penulis merupakan salah seorang Guru di Aceh Besar
SHARE :
 
Top