Oleh : Ustadzah Nursalmi,S.Ag

Dok. IST


عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya, maka dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak”, (HR. Bukhari dan Muslim ). 

Faidah Hadits. 
Ulama telah sepakat bahwa suatu ibadah tidak sah kecuali bila terkumpul dua hal, yaitu ikhlas dan ittiba’ ( mengikuti Rasulullah SAW). 

Jika suatu ibadah tidak sesuai dengan syariat baik dari segi jenisnya, tata caranya, ukurannya, waktu pelaksanaannya serta tempat pelaksanaannya maka amalan itu batal dan tertolak. Contohnya, melaksanakan wukuf dalam ibadah haji bukan pada tanggal 9 Zulhijjah dan bukan di Arafah, maka hajinya tertolak, karena tidak sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disyariatkan. 

Islam adalah agama yang berdasarkan ittiba’ (mengikuti berdasarkan dalil) bukan ibtida’ (mengada-adakan sesuatu tanpa dalil) dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam telah berusaha menjaganya dari sikap yang berlebih-lebihan dan mengada-ada.

Agama Islam adalah agama yang sempurna tidak ada kekurangannya. Oleh karena itu kita tidak berhak merubah atau menambah nambah sesuatu dalam pelaksanaan ibadah tanpa ada perintah dari Allah SWT dan tanpa ada contoh dan tuntunan dari Rasulullah SAW. 

Kajian Kitab Hadits Arba’in, di Majlis Ta’lim Al-Maghfirah, Persatuan Orang Tua Murid (POM) TPQ Plus Baiturrahman Banda Aceh, setiap Jumat ba’da Ashar. Di Mesjid Raya Baiturrahman
SHARE :
 
Top