Oleh: Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 4 Syawal 1449

Ilutsrasi by: Kumparan.com
Saudaraku, pesan moral Syawal adalah bulan peningkatan, terutama peningkatan religiusitas tentunya. Idealitas ini tentu harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh sehingga benar-benar terjadi peningkatan pengabdian kepada Allah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Namun betapa berat memenuhi idealitas syawal itu. Alih-alih terjadi peningkatan, kini dan ke depan upaya untuk mempertahankannya saja dari apa yang sudah diraih selama Ramadhan yang baru saja berlalu tidaklah mudah, makanya saya katakan perlu perjuangan.

Sejatinya secara teologis normatif, Allah sudah menyediakan instrumen untuk terpeliharanya apa yang telah kita raih, bila kita mau mengikuti titahNya. 

Allah berfirman yang artinya Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.(Qs. Al-Nahl 90-92)

Saudaraku, selama bulan Ramadhan kemarin bukankah kita telah mengibarkan bendera taat relatif tinggi. Kalau menggunakan analogi ayat di atas, bukankah kita telah berhasil merajut atau menenun benang menjadi bentangan kain takwa, lembaran kain ketaatan, lembaran kain kesalihan, lembaran kain kesabaran, lembaran kain kearifan, lembaran kain keadilan, lembaran kain kebersahajaan, lembaran kain kasih sayang, bentangan kain keimanan, jalinan kuat persaudaraan dan bentangan kain kebaikan lainnya.

Rasanya aneh dan tentu sangat merugi, bila ada perilaku mengurai kembali bentangan kain ketakwaan atau lembaran kain kebaikan tersebut menjadi bercerai berai kembali seperti aoa yang dilakukan oleh nenek-nenek sebagaimana tersirat ayat di atas. Masalahnya pada masa depan atau Ramadhan yang akan datang belum tentu kesempatan dan kemampuan masih dalam  jangkauan dan genggamannya, bukan?.

Di samping itu, agar aura Ramadhan terpatri di hati, kita juga sering diingatkan untuk mencintai Sunnah Rasul dengan menunaikan puasa 6 syawal, puasa tiga hari pada setiap pertengahan bulan qamariah, senin kamis dan seterusnya.

Ketika bentangan kain ketakwaan dapat dipertahankan atau bahkan dilebarkan jangkauannya dan ditingkatkan kualitasnya, maka sudah selayaknya kita mensyukurinya bai dengan hati, lisam maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini sepenuhnya bahwa sikap religiusitas dapat yazid wa yanqus, naik turun seiring dengan tingkat keimanan, ilmu dan amal shalihnya. Oleh karena itu saat dan setelah selesai menikmati hari raya dan menjalin  silaturahim, kita mesti harus ekstra hati-hati dan mewaspadai ada arus balik spritualitas. Betul balik tidak berpuasa wajib lagi, tapi juga jangan sampai terjadi balik tidak salat berjamaah lagi, balik tidak shalat malam lagi, balik tidak bersedekah lagi, balik tidak beribadah seperti di bulan Ramadhan lagi dan seterusnya dan seterusnya.

Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya memperbanyak melafalkan alhamdulillahi rabbil'alamin sehingga Allah senantiasa menjaga hati kita untuk terus istiqamah pada ketaatan padaNya. Kita memohon taufik dan hidayahNya, agar hati kita senantiasa istiqamah dalam beribadah. Kita juga memohon agar senantiasa dianugrahi kekuatan untuk dapat mengerjakan segala titahNya sekaligus kekuatan untuk meninggalkan segala laranganNya. Hanya kepada Allah juga kita memohon dan berlindung.

Ketiga, mensyukuri dengan melakukan langkah konkret, yakni nembuktikan dan mengukuhkan nilai-nilai dan aura Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari. Atau malah meningkatannya baik dari segi kuantitas maupun kualitas ibadahnya. Di antaranya menunaikan puasa enam Syawal, puasa yaumul bidh (puasa pertengahan bulan qamariah) tanggal 13 14 dan 15 Syawal, puasa senin kamis, tilawah al-Qur'an, shalat berjamaah, shalat malam, shalat dhuha, menyantuni sesama dan seterusnya.
SHARE :
 
Top