Oleh: Sri Suyanta Harsa
Gambar Ilsutrasi (beritagar.com)

Ibrah Pulang Kampung
Saudaraku, berbeda dengan perayaan Hari Raya Idul Adha yang cenderung mengingatkan kita pada kematian atau pulang ke kampung halaman sejati yaitu akhirat, pulang kampung pada perayaan Hari Raya Idul Fitri cenderung mengingatkan kita pada kelahiran. Maka pulang kampung pada momen idul fitri ini lebih dipahami sebagai hadir atau terlahir kembali di kampung halamannya setelah dikandung oleh zaman dan keberadaannya di tempat atau negeri lain. 

Bila idul fitri merupakan hari yang dirayakan umat Islam setelah Nabi Muhammad saw  menerima wahyu pertama 17 Ramadhan tahun 610 M yang menandai diangkat dan lahirnya nubuwah atas Nabi Muhamnad saw, maka idul adha adalah di antaranya sebagai hari yang dirayakan setelah Nabi Muhammad saw menerima wahyu terakhir saat haji wada' tahun 632 M, sehingga para sahabat pada menangis karena berfirasat saat wafatnya Nabi telah dekat, dan ternyata benar.

Bila idul fitri cenderung mengingatkan kita akan fitrah ketidakberdosaan sebagaimana bayi yang baru dilahirkan ibundanya, maka idul adha mengingatkan pada penyembelihan hewan qurban yang berujung pada kematiannya sekaligus mengingatkan kita sebagai hamba untuk mendekatkan diri (qurb, taqarrub) pada Allah ta'ala.

Saudaraku, meskipun demikian, pulang kampung di dunia ini maupun pulang kampung ke akhirat kelak tetap terdapat nilai edukatif yang serupa di antara keduanya.

Pertama, pulang kampung, baik untuk kampung kita di dunia ini maupun kampung kita ke akhirat kelak merupakan fitrah yang melekat pada setiap orang. Oleh karenanya semua orang memiliki kerinduan terhadap kampung halamannya dan suatu saat sejauh ke manapun merantau pasti rindu dan akan kembali ke rumah kediamannya jua.

Kedua, tuntutan berbekal. Kerinduan pulang ke rumah kediamannya memotivasi setiap orang untuk menyiapkan bekal terbaiknya saat di perantauan, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Betapa tidak, keinginan untuk pulang telah mendorong para perantau bekerja keras, cerdas dan ikhlas, sehingga nantinya akan diperoleh hasil yang melimpah dan berkah, dimana suatu saat ketika pulang dan tinggal di kampung halamannya dapat hidup bermartabat karenanya.

Ketiga, memilih alat transportasi. Di saat akan pulang ke kampung halamannya, alat transportasi tentu menjadi pertimbangan. Ada sebagian yang menggunakan alat transportasi darat, yang lain laut, dan yang lainnya udara. Ada yang alat transportasinya merayap alias pelan-pelan, ada yang cepat laksana kilat, dan ada yang tersendat-sendat berhenti di sepanjang perjalanan.

Keempat, bertemu keluarga. Sudah lazim ketika kita pulang kampung, di rumah kediaman kita telah menunggu keluarga tercinta dan sanak saudara. Bedanya bila di kampung kita di dunia ini, maka keluarga tercinta dan sanak saudara adalah mereka yang masih hidup di dunia ini, dan bila kampung kita di akhirat kelak maka keluarga tercinta dan sanak saudara adalah kakek nenek, ayah dan saudara kita yang sudah berpulang ke haribaanNya.

Allah berfirman yang artinya Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik) (yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Qs. Al-Ra'du 22-24)

Dengan demikian mestinya kita mensyukuri moment pulang kampung, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri di hati bahwa sebelum pulang kampung perlu berbekal. Bila pulang kampung ke rumah kediaman kita di dunia ini, maka bekalnya adalah sikap takwa dan segala hal yang kita butuhkan untuk keperluan hidup di rumah. Bila pulang kampung ke kediaman kita di akhirat maka bekalnya adalah takwa.

Kedua, mensyukuri pulang kanpung di lisan dengan melafalkan alhamdu lillahi rabbil 'alamin. Semoga kita sejahtera dan bahagia saat di perantauan, saat dalam perjalanan pulang kampung, dan saat sudah sampai di kampung halaman 

Ketiga, mensyukuri dengan tindakan nyata, yakni terus berbekal selagi masih di perantauan, agar bahagia saat pulang dan sampai di kampung halaman.
SHARE :
 
Top