Oleh Sri Suyanta Harsa

Ilustrasi
Muhasabah 4 Rabiul Akhir 1441
Saudaraku, karena setiap diri kita dianugrahi fisik, akal dan hati (16;78), maka dalam pendidikan mengakomodir tiga istilah tugas yang semestinya diberi perhatian seimbang, yakni melatih, mengajar, dan mendidik. Melatih cenderung kepada pemberdayaan fisik, mengajar untuk pemberdayaan akal, dan mendidik untuk pemberdayaan perasaan dan hatinya. 

Kesemua tugas mulia tersebut harus dilakukan secara simultan untuk melahirkan seseorang atau generasi rabbani yang berkepribadian indah (insan kamil). Resiko terburuk ketika pendidikannya timpang adalah munculnya seseorang atau generasi yang berkepribadian tudak utuh yang saya sebut sebagai kepribadian pecah (split personality). Dua istilah ini (kepribadian indah vs kepribadian pecah) yang akan menkadi tema muhasabah hari ini.

Kepribadian indah hanya akan mewujud pada pribadi-pribadi yang cerdas. Cerdas di sini tentu harus totalitas kepribadian manusia yang sempurna, meliputi cerdas fisik, cerdas akal pikiran, cerdas perasaan, dan cerdas hatinya. Inilah yang saya srbut sebagai kecedasan holistik.

Pertama, kecerdasan fisik lazimnya mewujud pada diri yang sehat, bugar, rupawan, tampan/cantik, semampai, menawan, menarik, rapi, pakaiannya islami juga serasi dan terampil. Dalam dunia pendidikan kecerdasan fisik ini dikenal dengan kecerdasan kinestetik (KK). Meskipun usia terus semakin menua, namun KK  mestinya dipertahankan selagi mungkin untuk meraih bahagia.

Agar memiliki KK yang baik, terstandar dan berkualitas, maka dihajadkan usaha maksimal. Untuk ranah ini dapat dilakukan dengan olah raga atau olah fisik secara istiqamah, mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi, halalan thayyiban dan tidak israf atau tidak berlebih-lebihan dan membiasakan puasa. Di samping itu agar KK tetap baik, Islam melarang umatnya menelantarkan fisik/badan apalagi menciderai atau mencelakai diri atau membunuh dirinya sendiri atau orang lain.

Islam mengharamkan umatnya membuat atau dibuatkan tatto pada tangan atau anggota badan lainnya karena melukai diri; mengharamkan merokok karena mengganggu kesehatan (ingat iklannya bahwa para perokok tidak pernah tua! karena mereka mati muda), mengharamkan meminum khamar dan sejenisnya karena dapat merusak diri dan seterusnya.

Kedua, kecerdasan akal biasanya mewujud pada pribadi yang cakap, pintar, genius, intelek, dan memiliki kemandirian dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam dunia pendidikan kecerdasan akal ini dikenal dengan kecerdasan intelektual (KI). 

Agar memiliki KI yang mumpuni dapat dilakukan dengan olah pikir, belajar, mengajar, kuliah, PBM, diskusi, membaca buku-buku, tadabbur alam, merenung berfilsafat dan memikirkan segala ciptaan Allah. Di samping itu, kita tidak boleh menelantarkan akal pikiran, apalagi merusaknya dengan mengomsumsi rokok, ganja, khamar, dan segala yang membahayakan akal pikiran.

Ketiga, kecerdasan perasaan lazimnya mewujud pada halusnya budi pekerti, care, peduli, sensitif, apresiatif, berjiwa sosial yang senantiasa bisa merasakan apa yang dialami oleh sesamanya. Dalam dunia pendidikan kecerdasan perasaan ini dikenal dengan kecerdasan (sosial) emosional (KE). 

Agar memiliki KE yang standar berkualitas dapat dilakukan dengan olah rasa, berinteraksi berkomunikasi dengan sesamanya dan memahami keadaannya, berinteraksi sosial yang bermartabat, dan bermasyarakat yang berkeadaban.

Keempat, kecerdasan hati lazimnya mewujud pada figur uswatun hasanah, beriman kepada Allah, beramal shalih, bertakwa, sabar, qanaah, 'iffah, wara' dan memeluk akhlaqul karimah lainnya. Dalam dunia pendidikan kecerdasan hati ini dikenal dengan kecerdasan spiritual (KS).

Agar memiliki KS yang standar berkualitas dapat dilakukan dengan olah hati, meningkatkan iman dan ketakwaan, tilawah al-Qur'an, memberi/mendengarkan tausiyah, dan beramal shalih.

Saudaraku mengapa kita harus berusaha bahkan berjuang tanpa henti untuk mengemban amanah pendidikan guna melahirkan generasi rabbaniy yang memiliki kecerdasan holistik. Karena bila timpang akan lahir generasi yang memiliki kepribadian pecah (split personality). Dikatakan berkepribadian pecah karena kediriaannya tidak tumbuhberkembang dengan baik dan tidak sempurna sebagaimana yang dikehendaki oleh cita cinta dan pesona Penciptanya. Oleh karenanya perilaku kesehariannyapun seringkali timpang; menabrak aturan dan melabrak norma keluhuran bangsa dan rambu-rambu agama.

Memang, kepribadian pecah bisa saja menerpa siapapun dia, tetapi ketika melanda pada orang-orang yang notabene kuat ilmu pengetahuan (termasuk ilmu agamanya) dan kekuasaannya, akan berdampak sangat besar terhadap kehancuran peradaban suatu bangsa. Orang-orang yang idealnya tahu dan sadar diri harus membangun generasi antargenerasi, malah menggerogoti tanpa ia sadari. Na'udzubillah tsumma na'udzubillahi min dzalika.

Ssudaraku, seiring dengan berjalannya kehidupan seringkali peningkatan kecerdasan itu tidak kita sadari, tetapi dengan proses, usaha dan doa yang kita lakukan, sudah semestinya kita mensyukuri kecerdasan yang dianugrahkan Allah ke atas kita, baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata. Dengan mensyukurinya kita juga diberi kekuatan untuk menghindari ketimpangan dalam mengemban amanah pendidikan, sehingga tidak muncul seseorang atau generasi yang berkepribadian pecah atau split personality.

Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa kepribadian yang indah hanya bisa ada pada orang-orang yang cerdas holistik. Untuk melahirkan kecerdasan holistik juga menghajadkan usaha yang holistik. Bila usahanya juga sporadis dengan mengutamakan yang satu atas lainnya dikhawatirkan akan memunculkan generasi yang berkepribadian pecah berantakan (split personality) nantinya. Oleh karenanya mestinya kita asah asih asuh fisik, akal, perasaan dan hati kita sehingga meraih kecerdasan sempurna. Demikian juga anak peserta didik kita.

Kedua, mensyukuri  di lisan dengan memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi raabil 'alamin. Dengan terus memuji Allah dan atas kemahamurahanNya, semoga hari demi hari kita berkepribadian indah dan dijauhkan dari berkepribadian pecah 

Ketiga, mensyukuri dengan langkah konkret, yaitu berusaha dan berdoa agar kecerdasan kita memperoleh keberkahan dan di dalam naungan keridhaan Allah.

Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Rabb, ya Quddus, ya Wakil ya Salam. Ya Allah zat yang maha nendidik, maha suci, zat yang maha melindungi, maha menyelamatkan, anugrahi kami hidayah dan kemampuan untuk meniliki kepribadian yang indah dan kami berlindung kepadaMu dari kepribafian yang pecah. Aamiin ya Mujibassailin.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top