Oleh Nazarullah
Ketua Bidang Komunikasi Umat PW PII Aceh


sumber ilustrasi: tribunnews.com
Umat muslim menyambut Ramadhan dengan suka ria. Rasa penuh harap telah lama terpendam agar bertemu ramadhan kali ini. Syukur kita panjang umur punya peluang memperbaiki diri yang banyak salah selama ini. Laju bulan suci merangkak naik ke nisfu hingga perlahan turun dan terbenam. Suatu saat tiba ia harus kembali dan terbit bulan Syawal. Itulah tanda kemenangan bagi orang cukup bersabar. 

Bulan ini penuh berkah dengan kemuliaan dan keutamaannya. Berbeda dari biasanya, melakukan ibadah akan dilipat gandakan pahala. Di samping itu juga shalat terawih dan puasa merupakan syariat khusus bulan ini.  Ada yang lebih istimewa, terdapat Lailatul Qadar malam yang lebih baik dari seribu bulan. Seperti dijelaskan dalam Al-Quran surat Al Qadar.

Kita tahu sedekah miliki banyak keutamaan dan pahala. Namun, akan lebih besar pahala jika diberikan pada bulan suci ini. Begitu pula membaca Al-Quran, amalan yang dirindukan surga. Terlebih pada Ramadhan ini juga kitab suci tersebut diturunkan kepada Rasulullah SAW. Semua ibadah paling besar nilainya di bulan ini.

Banyak hadits yang menjelaskan keagungan Ramadhan. Salah satu dari Abu Hurairah RA, sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau mendengar Rasulullah SAW menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya. "Telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah, Allah SWT mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu surga dibuka pada bulan itu, pintu-pintu neraka ditutup, dan para setan dibelenggu."

Hadits itu menunjukkan betapa besar peluang mendapatkan kehidupan yang bahagia kelak, yaitu surga. Bagi orang beriman surga adalah impian. Semua orang mendambakannya. Meraih tempat itu haruslah dibarengi ikhtiar dan sabar. Selalu meniti jalan yang lurus sebagaimana tuntunan Rasulullah SAW. Taqwa dan tawakal satu-satunya cara agar tetap berada dijalur itu. Ramadhan waktu yang tepat belajar agar istiqamah dengan predikat mulia itu. Semoga dengan sebab itulah memperoleh ridha hingga mendapat surgaNya.

Berupaya meningkatkan amal ibadah setiap waktu di bulan suci adalah cita-cita. Namun, mewujudkannya tidaklah mudah. Tatkala berhasrat memperbaiki diri terkadang ada saja hambatan. Bahkan, jika tidak mampu mengontrol bisa tergelincir. Ada tiga hal selalu melesetkan manusia. Satu, hawa nafsu yang berlebihan membuat lupa segala. Sehingga kita akan lebih berpedoman pada rasa dari pada aturan Allah SWT. Menurut kita enak dan lalai itulah yang terbaik. 

Jika Kebiasaan buruk telah melekat, akan cukup sulit diubah, seperti marah, iri, dengki, upat, fitnah, bohong, curi, rampok, kasar bicara, tidak sopan santun, apalagi tidak shalat dan puasa. Semua itu contoh yang buruk.  Kita harus siap melawan supaya bersih lahir dan bathin. Inilah peperangan yang sesungguhnya.

Kedua, lingkungan sangatlah berpengaruh bagi sikap dan kebiasaan. Apa yang kita amati mempengaruhi pikiran alam bawah sadar. Pelan-pelan akan mempengaruhi jiwa hingga tampak pada langkah dan tingkah kita. Ada istilah keliru sering didengar, yaitu "membenarkan yang biasa." Prinsip ini akan terikuti jika tidak hati-hati dan selektif. Padahal, sejatinya kita harus membiasakan diri dengan hal yang benar.

Aceh penduduk muslim terbanyak dibanding provinsi lainnya di Indonesia. Dengan sosial budaya dan penerapan Syariat Islam, bumi serambi mekah ini sangat aman dan damai menjalankan ibadah Ramadhan. Kultur masyarakat yang baik terdorong kita menjadi pribadi yang baik pula. Berada di Aceh persis ibarat pepatah "buah biasa jatuh tak jauh dari pohonnya." Maka ironis jika tinggal di sana tidak bisa berubah menjadi lebih baik.

Ketiga, syaitan cukup gencar melakukan upaya menyesatkan. Banyak orang tergelincir akibat ulahnya. Dia membisikkan hati pada kejahatan. Jika tidak ada dasar ilmu kuat akan gampang dikelabui. Karena itu petunjuk dan hidayah dari Allah SWT lah yang mampu melindungi kita. Terkecuali Ramadhan yang disebut juga Nuzulul Quran ini, tak perlu resah dengan makhluk kasat mata itu. Allah telah membelenggu hingga mereka tak berdaya.

Jika Ramadhan di Aceh, hanya ada tinggal  satu saja musuh kita, yaitu hawa nafsu yang harus diperangi. Sementara yang lain tidak. Bahkan lingkungan menambah motivasi kita untuk semakin giat beribadah. Maka mari merawat Aceh yang Islami sesuai semboyannya. Sebab, itu anugerah besar yang patut disyukuri. Di sisi lain syaitan juga sedang meratapi belenggunya. Namun, jika ini juga kita tidak mampu, ada lagi kah cara agar mendapat ridha Rabbi?
SHARE :
 
Top