Oleh Umu Rahmah, S.IP

sumber foto: kumparan.com
Miris rasanya ketika membaca sebaris judul muncul di layar handphone saya. " Polemik Unsyiah-UIN Ar Raniry : "Jalur Gaza Baru di Darussalam ?" Begitu bunyi headline dari sebuah portal berita online lokal Aceh. Dan masih banyak headline-headline berita lainnya yang membahas terkait dua kampus bergengsi ini.

Menyayangkan memang, apalagi tindakan memagari jalan oleh sebagian pihak yang dianggap terlalu berlebihan ini. Tentu sangat mengganggu aktivitas warga setempat yang setiap hari menggunakan jalan sebagai akses alternatif yang menjadi pilihan warga sekitaran Kopelma Darussalam. Padahal kita tahu bahwa sekelumit apapun persoalan masih bisa di diskusikan dengan baik. Duduk bersama dengan kepala dingin serta hati yang damai. Bukan kah sudah menjadi adat orang Aceh jika terjadinya sebuah persoalan sosial duduk bersama dalam forum musyarawah untuk mencari solusi terbaik. Setidaknya begitulah Indatu kita mengajarkan arti sebuah "Duk Pakat" dalam membincangkan sebuah persoalan. 

Bagi kami alumni yang ber-almamater-kan kampus "Jantoeng Hatee Rakyat Aceh" merasa sedih dan bingung melihat siapa yang benar dan siapa yang salah dari prolemik ini. Tak wajar kami sebagai alumni memihak pada satu kampus dan menyalahkan kampus lainnya. Sebab kedua kampus tersebut punya peran penting bagi para mahasiswanya, akademisi, alumni dan siapapun yang berkaitan dengan kampus dalam mengakses pengetahuan guna menjalankan Tri Darma Perguruan tinggi. 

Sudah menjadi tradisi antar mahasiswa berkalaborasi bersama dalam mewujudkan program masing-masing kampus. Baik itu bersifat formal maupun informal. Bahkan tak hanya sekedar itu saja, para mahasiswa dan akademi kedua kampus ini pernah bergabung bersama menyuarakan kepentingan rakyat Aceh. Hal yang kita banggakan ketika kaum intelektual yang di didik dari kedua kampus ini berhasil membela hak rakyat Aceh. Dan bahu membahu mencari solusi bersama ketika sengketa konflik yang berkepanjangan di Aceh tempo silam. Para akademisi dan mahasiswa kedua kampus ini sangat berjasa dalam hal tersebut. 

Marilah kita mengenang-ngenang kembali kebersamaan itu. Setidaknya ada memori indah yang pernah diukir dengan tinta emas oleh kedua kampus tersebut untuk rakyat ini. Tak harus kita selalu hidup dalam perseteruan yang hanya dipicu persoalan batas dan fasilitas. Itu semua hanya bersifat fisik dan materi saja. Ada yang lebih penting dari itu semua yaitu persaudaraan dan solidaritas kedua kampus dalam mencerdaskan putra-putri rakyat Aceh. 

Kami sebagai alumni dan anak-anak yang lahir dari kedua kampus ternama di Aceh ini, merasa sedih ketika orang tua dan senior-senior kami balas membalas cuitan di media sosial yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Kami yang alumni ini tak bisa melakukan banyak hal. Tak patut bagi kami membela satu pihak dan menuding pihak lain.  Sebab kedua pihak adalah guru hidup bagi kami yang berjasa mengantarkan gelar-gelar sarjana bahkan sebagian dari kami telah menjadi kaum intelektual yang mencerahkan umat. 

Tulisan ini bukan surat terbuka atau pesan cinta dari seorang alumni kampus. Tapi tulisan ini hanya bentuk guratan kekuatiran yang membekas setelah menyaksikan perseteruan antar dua kampus yang kami banggakan ini. Jangan tanya seberapa besar rasa cinta kami untuk kampus-kampus ini, bahkan cinta kami telah mengalahkan kebodohan sehingga kami terlahir dari sana menjadi anak-anak yang cerdas dan berguna bagi bangsa dan negara. 

Tak ada saran yang bisa kami lukiskan dalam pesan ini. Hanya ada harapan besar agar kedua kampus "Jantoeng Hatee Rakyat Aceh harus kembali rukun". 

Wassalam dari saya alumni salah satu kampus terbaik di Aceh. 
SHARE :
 
Top