Oleh : Nurchaili, S.Pd.,M.Kom


Guru adalah profesi luhur yang tidak semua orang bisa menekuninya. Menjadi guru berarti siap untuk mengabdikan diri demi kemajuan pendidikan bangsa. Guru tak hanya sebatas menyampaikan materi  di kelas, tapi harus mampu memahami dan melaksanakan kurikulum dengan baik, disamping harus bisa memberdayakan aspek-aspek kepribadian peserta didiknya. Menjadi guru tak boleh setengah hati. Guru harus memiliki kepribadian yang komplit, cerdas, tangkas, cekatan dan berakhlak mulia sehingga ia pantas untuk digugu dan ditiru. Guru yang baik adalah guru yang bersikap profesional dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.

Profesional berarti menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Menurut UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. 

Profesional sangat menjunjung tinggi peraturan dan ketentuan dengan tujuan tercapainya hasil kerja yang sempurna sesuai keahliannya. Dan seorang ahli, tentunya harus berkualitas. Tapi dalam kenyataannya tidak semua ahli selalu berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadukan dengan keahlian. 

Tugas guru memang berat, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat (2) menyebutkan pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : (a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; (b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan; (c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Standar minimal yang harus dipunyai seorang guru antara lain: memiliki kemampuan intelektual yang memadai, memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau  metodologi pembelajaran, memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan, kemampuan mengorganisir dan problem solving, serta kreatif dan memiliki seni dalam mendidik.

Interstate New Teacher Assessment and Support Consortium (INTASC), organisasi yang didirikan untuk merespon peningkatan kesadaran akan pentingnya pengetahuan profesionalisme dalam pengajaran telah mengembangkan 10 prinsip penting profesionalisme guru, yaitu: pertama, penguasaan terhadap mata pelajaran yang diampu. Seorang guru seharusnya memahami konsep-konsep dasar, instrumen-instrumen untuk menguji, dan struktur-struktur dari mata pelajaran yang diajarkan, serta dapat menciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang dapat membuat seluruh aspek mata pelajaran menjadi bermakna bagi para muridnya. 

Kedua, penguasaan terhadap belajar dan perkembangan manusia. Para guru memahami bagaimana anak-anak belajar dan berkembang, dan dapat menyediakan kesempatan-kesempatan belajar yang mendukung perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosi, dan spiritual mereka. Ketiga, penguasaan metode pengajaran. Para guru memahami dan menggunakan metode pengajaran yang bervariasi untuk mendorong perkembangan berpikir kritis, penyelesaian masalah, dan keterampilan-keterampilan penting murid-muridnya. Keempat, adaptasi strategi pengajaran. Para guru memahami bagaimana para siswa berbeda dalam pendekatan-pendekatannya ketika belajar sehingga mereka menciptakan strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan keragaman siswanya.

Kelima, motivasi dan manajemen. Para guru menggunakan pemahaman perilaku dan motivasi individu maupun kelompok untuk menciptakan sebuah lingkungan belajar yang mendorong interaksi sosial yang positif, keterlibatan yang aktif dalam belajar, dan motivasi diri. Keenam, keterampilan komunikasi. Para guru menggunakan komunikasi verbal, nonverbal, dan media yang efektif untuk mengembangkan penyelidikan, kolaborasi, dan interaksi yang saling mendukung di dalam kelas. Ketujuh, perencanaan. Para guru merencanakan pengajaran berdasarkan pengetahuan mereka tentang mata pelajaran, murid, komunitas, dan tujuan-tujuan kurikulum. 

Kedelapan, asesmen. Para guru memahami dan menggunakan strategi-strategi asesmen yang formal maupun informal untuk mengevaluasi dan memastikan perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosi, dan spiritual para murid. Kesembilan, komitmen. Guru adalah seorang praktisi yang selalu merefleksikan dan mengevaluasi secara terus menerus pengaruh-pengaruh dari pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya terhadap orang lain (murid, orangtua, dan profesional lain dalam komunitas pembelajaran), dan selalu aktif mencari kesempatan-kesempatan menumbuhkan profesionalismenya, dan kesepuluh, kemitraan. Para guru mengembangkan hubungan-hubungan dengan rekan profesi, orangtua, dan pihak-pihak lain dalam komunitas yang lebih luas untuk mendukung belajar dan kesejahteraan murid-muridnya.

Menjadi guru profesional bukanlah pekerjaan gampang, tapi membutuhkan waktu dan harus benar-benar menyenangi dan menghayati profesi. Sikap profesional sangat dipengaruhi oleh minat dan bakat (faktor internal) setiap individu. Keinginan menjadi guru harus dilandasi oleh panggilan jiwa, bukan karena yang lainnya. Disadari atau tidak, ketika memilih profesi guru berarti siap untuk mengemban amanah atau tanggung jawab yang melekat padanya. Amanah wajib ditunaikan, walau berat sekali pun. Karena amanah tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada manusia tetapi juga kepada Allah Swt.

Tugas guru tak hanya sebatas penyampai informasi atau pengetahuan semata. Lebih dari itu seorang guru bertanggung jawab dalam membentuk kepribadian siswanya seperti berakhlak mulia, menjunjung tinggi nilai-nilai spiritualisme dan memberdayakan keterampilan yang dimilikinya. Guru adalah profesi mulia dan bermartabat. Islam menempatkan guru pada posisi setingkat di bawah nabi dan rasul. Jadi sudah sepantasnya guru tidak merasa malu dalam menjalankan pekerjaannya. Malah sebaliknya seorang guru harus bangga dengan profesinya sehingga ia selalu berusaha menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan. Bukan sekedar mengejar materi, tapi yang lebih utama adalah mengharap ridha dan pahala dari Allah Swt. 

Dukungan dari luar (eksternal) juga sangat menentukan lahirnya guru profesional. Selama ini profesi guru tidak mendapat kedudukan yang layak dalam masyarakat. Perubahan kehidupan sosial masyarakat yang semakin ke arah materialistik, menjadikan profesi guru bukan yang dicita-citakan oleh mereka yang berprestasi tinggi. Profesi keguruan tidak menjanjikan kekayaan, sehingga hanya menjadi pilihan terakhir ketika tidak ada pekerjaan lain. Banyak orang memilih kuliah di FKIP atau lembaga keguruan lainnya ketika ia tidak lulus di fakultas favorit pilihannya. Alhamdulillah sejak tahun 1990 dimana seleksi masuk perguruan tinggi tidak membenarkan lagi pemilihan campuran fakultas keguruan dan non keguruan secara perlahan fakultas keguruan mulai diminati oleh orang-orang yang memang berkeinginan menjadi guru. Kondisi ini terus membaik dengan diluncurkannya program sertifikasi guru yang memberikan penghasilan tambahan bagi guru profesional. Semoga hal ini dapat mengembalikan pekerjaan guru menjadi suatu pekerjaan yang sangat membanggakan bagi pelaku dan keluarganya sebagaimana jaman kolonial Belanda dan awal kemerdekaan. 

Disamping itu, dukungan peningkatan pengetahuan dan wawasan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) belum terlaksana sesuai harapan. Selain tidak semua guru memperoleh kesempatan, materi diklat juga kerap tidak sesuai dengan kebutuhan guru di lapangan. Lembaga penyelenggara diklat tidak pernah mendata apa yang menjadi penyebab “penyakit” pada guru. Semestinya sebagai “dokter” mereka tidak boleh salah diagnosa. Yang terjadi selama ini  “yang sakit kepala yang diobati perut”. Kesannya penyelenggaraan diklat hanya sekedar kejar target untuk memenuhi tuntutan proyek. 

Tanpa guru profesional mustahil mutu pendidikan akan meningkat. Sebaik apa pun sarana dan prasarana pendidikan tidak akan berarti tanpa dukungan guru yang profesional. Sebaliknya kekurangan sarana dan prasarana dapat tertutupi dengan adanya guru profesional yang selalu mengabdi dengan sepenuh hati untuk mendidik generasi bangsa. Wallahualam bissawab.

Penulis merupakan Alumnus FKIP Universitas Syiah Kuala/Mengajar di MAN 4 Aceh Besar

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top