Oleh : Alfirdaus Putra

Ketua Tim Falakiyah Kanwil Kemenag Provinsi Aceh


Bulan Zulhijjah merupakan salah satu bulan yang penuh keutamaan bagi umat Islam, pada bulan Zulhijjah ini terdapat ibadah haji dimana para jamaah akan melaksanakan rangkaian rukun dan wajib haji di seputaran kota suci Mekkah Al Muharramah. Bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji, terdapat beberapa ibadah sunat yang utama di bulan ini diantaranya puasa tarwiyah pada tanggal 8 Zulhijjah, puasa arafah pada 9 Zulhijjah, dilanjutkan dengan shalat idul adha dan ibadah kurban pada 10 Zulhijjah hingga 13 Zulhijjah yang juga merupakan yaumul tasyrik, yaitu hari yang diharamkan untuk berpuasa.

Rangkaian pelaksanaan ibadah sebagaimana disebut di atas sangat berkaitan dengan penetapan penanggalan hijriah. Pengumunan Menteri Agama Republik Indonesia tentang 1 Zulhijjah 1443 Hijriah bertepatan 1 Juli 2022 Masehi menimbulkan pertanyaan dan kegalauan di masyarakat masyarakat terkait waktu beribadah. Hal ini karena di hari yang sama Arab Saudi sebagai negara khadimul haramain  dan tempat pelaksanaan ibadah haji mengumumkan bahwa 1 Zulhijjah 1443 Hijriah adalah di tanggal 30 Juni 2022 Masehi. Pertanyaan  tentang mengapa Indonesia harus berbeda dengan Arab Saudi sebagai negara haji, kapan pelaksanaan puasa tarwiyah dan arafah, hingga kapan seharusnya shalat idul adha dan ibadah kurban dilaksanakan menjadi bahan perbincangan baik di warung kopi hingga pertemuan-pertemuaan ilmiah.

Perbedaan tanggal hijriah antara Indonesia dengan Arab Saudi sangat erat kaitannya dengan hasil rukyatul hilal dan hisab awal bulan hijriah. Penentuan 9 atau 10 zulhijjah oleh Kementerian Agama dilakukan dengan rukyatul hilal pada tanggal 29 Zulqa'dah yang lalu, dan hasilnya ternyata dengan ketinggian hilal antara 1 s.d 3 derjat tidak ada satu pun perukyat baik dari Tim Kementerian Agama, BMKG, ataupun perukyat lainnya di seluruh Indonesia termasuk Aceh yang melaporkan keterlihatan hilal sehingga bulan zulqa'dah disempurnakan 30 hari dan 1 Zulhijjah ditetapkan pada 1 Juli 2022, sedangkan di Arab Saudi ada yang melaporkan keterlihatan hilal ketika ghurub dan Arab Saudi menyimpulkan bahwa 1 Zulhijjah keesokan harinya yaitu tanggal 30 Juni 2022 dan tidak lagi menyempurnakan zulqa'dah 30 hari sebagaimana di Indonesia.

Empat jam selisih 

Tanggapan selanjutnya yang muncul adalah mengapa di Saudi terlihat hilal padahal waktu Saudi 4 jam lebih lambat dari Indonesia atau dengan ungkapan lain, wilayah Indonesia akan terlebih dahulu merasakan siang dari pada Saudi. Menjadi catatan penting bahwa pergantian hari dalam Islam adalah waktu maghrib bukan terbit matahari atau dini hari, dan pergantian bulan hijriah adalah dengan keterlihatan hilal bukan dengan posisi matahari, maka secara penanggalan hijriah di Indonesia memungkinkan tidak sama dengan Arab Saudi pada kasus kali ini, karena ketika pergantian hari terjadi setelah maghrib, tidak ada laporan hilal terlihat di seluruh Indonesia. Ketinggian hilal 1 s.d 3 derjat dengan elongasi maksimal 4 derjat di seluruh Indonesia menyebabkan hilal tidak terlihat walau sudah wujud secara perhitungan dan belum masuk kategori imkan rukyat. Sedangkan di Saudi pada saat rukyatul hilal awal Zulhijjah, keadaan hilal sudah memungkinkan untuk dirukyat pada posisi sekitar 5 derjat dengan elongasi di atas 6 derjat dan ketika rukyat dilaksanakan hilalpun dapat terlihat. Jadi pengaruh waktu selisih empat jam berdasarkan posisi matahari tidak menjadi standar penetapan awal bulan hijriah, melainkan keterlihatan hilal bakda magrib di suatu lokasi dan pemberlakuan keterlihatan hilal sejak terlihat hingga ke arah baratnya menjadi rujukan dalam penetapan awal bulan hijriah termasuk penentuan 1 Zulhijjah yang lalu. 

Puasa Arafah 

Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilakukan di hari arafah yaitu pada hari ke 9 bulan Zulhijjah bagi umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji. Pada waktu yang sama jamaah haji sedang berwukuf di arafah mulai tergelincir matahari dari zawal sampai terbit fajar keesokan harinya, namun pada pelaksanaan rata-rata hanya melaksanakan wukuf sampai setelah magrib dan kemudian jamaah berangkat ke muzdhalifah untuk pelaksanaan mabit. Perbedaan tanggal hijriah antara Arab Saudi dan Indonesia menjadi penyebab beda waktu berpuasa arafah. Secara konsep hukum permasalahan ini adalah khilafiyah antara kewajiban mengikuti hasil rukyat Arab Saudi walaupun di Indonesia belum memungkinkan untuk di rukyat karena hilal masih nihil atau belum cukup keriteria imkan rukyat atau penganggalan Zulhijjah di kembalikan kepada masing masing penguasa wilayah sesuai dengan ketepatan mathlak-nya (mathlak adalah wilayah pemberlakuan keterlihatan hilal) masing masing. 

Khilafiyah ini menjadi keniscayaan perbedaan interpretasi pemahaman terhadap dalil yang sama. Yang disepakati adalah manasik haji bagi yang berhaji haruslah mengikuti hasil rukyat pemerintahan mekkah, sedangkan untuk ibadah lainnya di daerah yang berbeda mathlak menjadi ranah ijtihad dan khilafiyah.  Secara sains, penyebutan "yaumul arafah" pada hadis tentang puasa arafah sangatlah universal dan sangat fleksibel, yang bisa berlaku untuk seluruh penduduk bumi di setiap kawasan karena yaumil arafah adalah ditanggal 9 pada bulan ke 12 Hijriah, dan tentunya adalah tanggal 9 untuk setiap wilayah masing masing sesuai dengan keadaan hilalnya. Jika puasa arafah haruslah benar-benar bersamaan dengan pelaksanaan wukuf  di arafah, maka tidaklah semua wilayah dimuka bumi ini yang ketika mereka berpuasa masih terjadi wukuf di Arafah, misalnya ketika pelaksanaan wukuf di Mekkah, di sebahagian wilayah benua Amerika hingga ke Selandia Baru masih menuju waktu tengah malam. 

Jikalau puasa arafah hanya karena alasan wukuf, maka hanya wilayah yang merasakan siang yang sama dengan Makkah (Saudi) saja yg bisa tepat waktu/tanggal puasa yang berbarengan dengan pelaksanaan wukuf, akan tetapi karena penyebutan dalam haditsnya adalah shaum yaumul arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah, maka di belahan dunia mana pun umat Islam berada bisa berpuasa Arafah, baik di Eropa, Amerika, Afrika dan lainnya yaitu pada tanggal 9 Dzulhijjah yang ditetapkan oleh pemerintah negaranya (wilayatul-hukmi) sesuai mathla'nya masing masing. 

Sebagai intermeizo ternyata wilayah yang berdekatan dengan Indonesia ber-idul adha di tanggal 10 Juli seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, dan banyak wilayah yang di sebelah barat Saudi ber-adha di tanggal 9 Juli seperti mesir, Sudan, Maroko, Inggris dan beberapa negara lainnya. Terkait dengan adanya ijtihad idul adha yang mengharuskan serentak dengan Arab Saudi baik karena alasan wukuf di Arafah atau karena hilal di tanggal 29 Zulqa'dah sudah "wujud" di atas ufuk dengan ketinggian sekitar 1 s.d 3 derjat, maka pendapat ini adalah ranah khilafiyah yang tidak perlu diperdebatkan melainkan mari tingkatkan toleransi untuk saling menghargai dan insyaallah kita semua akan beridul adha pada tanggal yang sama 10 Zulhijjah 1443 H, walau harinya berbeda. Wallahua'lam,

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top