Oleh: Afrizal Sofyan, S.PdI, M.Ag

Anggota MPU Aceh Besar 


Manusia banyak yang lupa, bahwa hal terpenting dalam hidup ini sebenarnya bukanlah diukur dari berapa lamanya hidup seseorang di dunia ini, melainkan seberapa dalam kualitas hidup yang dijalani, baik dalam  hubungan sesama manusia, maupun kualitas hubungan dengan Sang Pencipta.

Kematian merupakan suatu akhir dari kehidupan dunia yang bersifat pasti dan akan dihadapi semua makhluk hidup di dunia. Bila telah digariskan waktunya, siapapun, kapanpun, dan dimanapun kematian akan tetap datang. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Imran ayat 185: “Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Dan sesungguhnya akan disempurnakan pahala kalian pada hari kiamat. Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka ia benar-benar telah beruntung. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya."

Setelah meninggal, manusia akan memasuki alam yang memisahkannya dari alam dunia.  Alam tersebut dinamakan barzakh atau juga disebut alam kubur, tempat  manusia menanti hari kebangkitan atau kiamat.

Ada beberapa pertanyaan yang muncul dalam benak kita, seperti apa proses kematian itu? Bagaimana kehidupan di alam barzakh  dan amalan apa yang bisa membantu seseorang di alam barzakh? 

Proses Kematian Mukmin

Firman Allah Swt, "Tiap-tiap diri akan merasakan mati, dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai cobaan; dan kepada Kamilah kamu semua akan dikembalikan". (QS al-Anbiya: 35)

Selanjutnya Rasulullah saw menjelaskan proses kematian sesorang. Syekh Abu Bakar Jabir al Jaza’iri dalam kitab Minhajul Mukmin mengutip hadits yang agak panjang dari sahabat al-Bara’ bin ‘Azib r.a, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah saw menceritakan proses detik-detik seseorang akan meninggalkan dunia yang fana.  

Sahabat al-Bara’ bin ‘Azib r.a bercerita, beliau bersama sahabat lain dan Rasulullah saw mengantarkan jenazah seorang Anshar yang meninggal untuk dikuburkan. Namun, setelah sampai ke pemakaman, liang lahat kuburan belum selesai digali. Rasulullah saw dan para sahabat yang banyak duduk sambil menunggu proses penggalian kubur selesai.  

Sahabat al-Bara’ bin ‘Azib r.a melanjutkan ceritanya tentang kondisi saat itu. Semua sahabat hening. Tidak ada yang bersuara, sehingga yang terdengar hanya suara burung. Rasulullah saw menulis-nulis di atas tanah sambil menengadah ke langit dan bersabda tiga kali, ”Berlindunglah dari azab kubur”. Maka di dalam hadits dari sahabat Abu Hurairah r.a yang diriwayakan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw mengajarkan umatnya untuk selalu berlindung dari azab kubur, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur, azab neraka jahanam, cobaan hidup dan mati, dan fitnah dajjal yang terhapus dari rahmat Allah Swt.”

Selanjutnya Rasulullah saw menjelaskan keadaan seorang hamba yang mukmin bila telah meninggalkan dunia dan pergi menuju akhirat. Pertama, turunlah rombongan malaikat yang banyak (banyaknya sejauh mata memandang) dari langit dengan wajah yang putih, seakan wajah mereka adalah matahari. 

Kedua, para malaikat membawa sebuah kafan putih dan parfum dari surga, hingga mereka semua duduk di sisi orang yang akan meninggal. Ketiga, malaikat maut a.s datang hingga duduk di sisi kepalanya dan berkata, “Wahai jiwa yang baik, keluarlah untuk menyambut ampunan dan keridhaan Allah Swt”. 

Keempat, ruh itu pun mengalir keluar, seperti mengalirnya tetesan air dari mulut kirbat (wadah air dari kulit), lalu malaikat maut itu mengambilnya. Artinya, ruh orang yang taat keluar meninggalkan jasad tanpa terasa sakit. Kelima, para malaikat yang banyak langsung mengambilnya dan meletakkannya dalam kafan dan parfum tersebut, sehingga ruh itu baunya seperti minyak wangi paling harum yang ada di muka bumi.

Keenam, para malaikat yang banyak tadi membawa naik ruh ke langit, sehingga mereka melewati sekawanan malaikat lainnya dan mereka bertanya-tanya: “Ruh siapakah yang wangi ini”? Para malaikat (yang membawa ruh tersebut) menjawab, “Ini ruhnya si A anak si B dan mereka menyebutnya dengan sebutan terbaik yang dipergunakan orang-orang ketika di dunia”. 

Ketujuh, para malaikat sampai ke langit dunia, mereka meminta dibukakan  dan langsung langit dibukakan oleh Allah Swt. Kedelapan, para malaikat penjaga langit mengantarkan mereka hingga ke langit berikutnya, hingga sampai ke langit ke tujuh. 

Kesembilan, Allah Swt menitahkan para malaikat, “Tulislah catatan hamba-Ku di ‘illiyyin dan kembalikanlah ia ke bumi, karena daripadanyalah Aku ciptakan mereka, dan ke dalamnyalah aku kembalikan mereka, serta daripadanya Aku akan bangkitkan mereka lagi”. Kesepuluh, roh dikembalikan lagi ke jasadnya.

Permintaan Mukmin 

Ibnu Katsir dalam kitabnya an-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim mengungkapkan, semua orang yang akan meninggal membuat permohonan kepada Allah Swt untuk diperpanjang umurnya dengan dua alasan khusus:

Pertama, untuk dapat berbuat kebaikan yang telah ditinggalkan dan direncanakan, namun belum terlaksana. Sebagaimana firman Allah Swt, ”Agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan “.(QS al Mukminun: 100). 

Kedua, untuk dapat bersedekah dan menjadi orang shaleh, sambil beliau mengutip al Qur’an, ”...lalu dia berkata (menyesali), "Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih." (QS al-Munafiquun: 10). 

Banyak para ahli tafsir menafsirkan salah satu ayat di atas, selalu menghubungkan dengan ayat yang satu lagi, artinya penjelasan mufassirin dalam hal ini, dengan mengabungkan keduanya. Ibnu Katsir mengatakan, “Setiap orang yang melalaikan kewajiban pasti akan merasa menyesal di saat meregang nyawa. Mereka meminta agar usianya diperpanjang sekalipun hanya sebentar untuk bertaubat dan menyusul semua amal yang dilewatkannya.”

Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menyebutkan permintaan mundur atau hidup lagi, agar bisa bersedekah itu percuma. Terlambat sudah. “Allah menegaskan bahwa permohonan itu tidak mungkin dikabulkan.”

Sayyid Qutub dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran mengatakan, “Kematian itu merupakan hal yang mustahil ditangguhkan dan dia tidak dapat lagi mengerjakan apa pun, orang yang tidak membayar zakat padahal ia sudah wajib berzakat, ia ingin hidup untuk membayar zakat”. Lalu beliau mencantumkan hadits riwayat Imam Tirmidzi dari sahabat Ibnu Abbas r.a Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa memiliki harta yang cukup untuk membuatnya bisa berhaji mengunjungi Baitullah atau yang sudah wajib untuk ia keluarkan zakatnya lalu ia tidak melaksanakannya, maka ketika mati ia memohon dikembalikan lagi ke dunia.” (HR  Tirmidzi)

Adapun ayat 10 dari surat al Munafiqun yang menyebutkan akan bersedekah secara khusus, bukan amal-amal lainnya, karena sedekah merupakan salah satu amal yang pahalanya terus mengalir tanpa terputus. Sedekah akan memberikan bantuan yang sangat besar kepada seseorang yang sudah meninggal di alam kubur bahkan di hari kiamatnya kelak. 

Nikmatnya Amal Shaleh 

Nikmat kubur merupakan balasan terbaik dari Allah Swt bagi mukmin taat yang meninggal dunia. Sebagaimana Allah Swt telah menjelaskan, ”Jika dia (orang yang mati) itu termasuk yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga (yang penuh) kenikmatan.” (QS Al-Waaqi’ah: 88-89).

Rasulullah melalui hadits al-Bara’ bin ‘Azib r.a di atas  menjelaskan,  diantara kenikmanatan yang akan diperoleh di alam kubur adalah, pertama,  Allah Swt menyeru dari langit untuk menghamparkan alas tidur dengan hamparan dari surga. Kedua, Allah Swt memberikan  pakaikan untuk penghuni kubur dengan pakaian dari surga. Ketiga, Allah Swt bukakan baginya pintu menuju surga,  sehingga penghuni kubur dapat melihat pemandangan  yang indah dengan diiringi angin sepoi-sepoi dan bau harumnya surga. 

Keempat, Allah Swt lapangkan kuburannya seluas mata memandang. Kelima, Allah Swt kirimkan untuknya seorang teman laki-laki yang setia, menyampaikan kabar gembira, berwajah tampan, berpakain indah, dan wanginya semerbak sambil mengatakan kepadanya, “Bergembiralah dengan kabar yang menggembirakanmu, inilah hari yg dijanjikan untukmu”.

Sampai hamba penghuni kubur itu bertanya, “Siapakah kamu?  Wajahmu adalah wajah yang mendatangkan kebaikan”. Ia menjawab, “Aku adalah amal shalehmu”. Hamba itu lalu mengatakan, “Wahai Tuhan-ku, segerakanlah kiamat, sehingga aku bisa kembali bersama kelurga dan hartaku!”

Dari hadits di atas dapat dipahami, kabar gembira tentang nikmat kubur telah disampaikan kepada mukmin sejak proses pencabutan nyawanya. Allah Swt memberikan ketenteraman dan kenikmatan ketika mengambil nyawa seseorang yang taat beriman. Rasulullah Saw dalam hadits lain menjelaskan, “Sesungguhnya apabila salah seorang dari kalian meninggal (ketika berada di alam kubur), maka akan ditampakkan calon tempat tinggalnya nanti di akhirat, setiap pagi dan petang. Bila dia penghuni surga maka ditampakkan kepadanya surga. Bila dia termasuk penghuni neraka maka ditampakkan kepadanya neraka. Lalu dikatakan kepadanya, ”Ini calon tempat tinggalmu nanti. Hingga Allah Swt membangkitkanmu di hari kiamat”.  (HR Bukhari dan  Mukmin).

Penutup

Jadi, nikmat atau siksa kubur merupakan perkara pasti. Tidak ada seorangpun yang boleh mengingkarinya. Alqur’an dan hadits-hadits yang shahih telah menetapkannya. Atas dasar itulah, para ulama Ahlu Sunnah telah menyepakati keberadaannya.

Di samping itu, hendaknya manusia memperbanyak amal shaleh dan berhati-hati dalam mengarungi kehidupan dunia. Tiada keselamatan tanpa mentauhidkan Allah Swt, tanpa taat kepadaNya dan taat kepada Rasul-Nya. Tauhid perlu dijaga kemurniannya. Alqur’an dan sunnah (ajaran) Nabi saw harus dilaksanakan. Shalat fardhu harus dipelihara tepat waktu. Harta harus dibelanjakan di jalan Allah Swt. Kejujuran wajib dijaga. 

Begitu pula segala ketaatan lain, baik lahir maupun batin. Perkataan keji, dusta, adu domba maupun ghibah (menyebar gosip) harus ditinggalkan. Perzinaan dengan segala rangkaian dan celahnya wajib dijauhi. Riba wajib dihindari. Begitu pula segala kemaksiatan lain. (editor: smh) 

*Teks khutbah ini disampaikan di Masjid At-Taqwa Bireuen, 30 September 2022/4 Rabiul Awal 1444 H.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top