.

Penulis. H Khalid Wardana SAg MSi/Mantan Ketua Forum Keuchik

lamurionline.com -- Dalam alam demokrasi  semua warga negara berhak mengeluarkan pendapat dan aspirasinya, apalagi dalam UUD 45  pasal 28 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Atas dasar konstitusi tentunya kita di beri kebebasan berkumpul dan berorganisasi. Namun apa jadinya jika dalam perkumpulan justru membawa perpecahan, sehingga sangatlah tidak baik jika antara satu organisasi dengan lainnya saling berseteru apalagi membuat organisasi tandingan dengan nama dan lambang yang sama.

Dalam beberapa bulan ini masyarakat di Kabupaten Aceh Besar di suguhkan dengan aktivitas beberapa orang keuchik, mantan keuchik atau tokoh lainnya yang menamakan diri organisasi Forum Keuchik Aceh Besar terus berkelana dengan kedok untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan gampong, bahkan dalam waktu tertentu merobah wujudnya dengan nama asosiasi pemerintah desa seluruh Indonesia (APDESI). 


Mereka dengan gagahnya melakukan safari politik dengan mengatas namakan keuchik, menjumpai politisi, para legislatif mulai DPRK, DPRA hingga DPR RI. Sungguh sangat mulia jika program silaturrahim ini dapat terwujud secara kontinyu untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat dan meningkatkan SDM pemerintahan gampong.

Namun menjadi tanda tanya bagi masyarakat, missi apa yang mereka bawa dan apa urgensinya bagi masyarakat. Apalagi menamakan diri sebagai forum keuchik tetapi sebagian di antaranya tidak lagi menjabat sebagai keuchik dan justru lebih menampakkan taringnya menjelang pemilu. 

Lazimnya forum keuchik sebagai mana forum camat, forum mukim atau forum bupati di isi oleh orang orang yang masih menjabat. Karena itu semua adalah sebuah jabatan dan bukanlah profesi yang berkelanjutan. Justru menjadi aneh bin bingung jika forum keuchik di pimpin oleh bukan keuchik bahkan di isi oleh politisi dan pengusaha. 

Sejarah mencatat di satu sisi forum keuchik telah memberi andil untuk saling bersinergi membangun gampong, tetapi tak dapat di pungkiri bahwa selama ini  forum keuchik lebih berorientasi pada pelaksanaan kegiatan bimtek dan studi banding. Yang lebih menyedihkan menjadikan organisasi forum keuchik menjadi gerbong politik, bahkan mendukung calon tertentu pada saat pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Secara legalitas organisasi forum keuchik tidak memiliki SK, tidak di SK kan oleh pemerintahan atau organisasi di atasnya,  karena wadah forum keuchik hanya media komunikasi dan wadah berhimpun para keuchik yang masih dalam jabatan. Sehingga untuk menjadikan forum keuchik menjadi wadah yang legal dan formal bergabung dengan organisasi Apdesi yang di SK oleh pimpinan organisasi di atasnya dan terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI.  

Dalam lingkup Kabupaten Aceh Besar organisasi Apdesi yang telah lama eksis untuk saat ini di pimpin oleh Pjs ketua Drh Saiful Isky MSi. Setelah ketua sebelumnya K Muslim (mantan keuchik) telah berakhir masa  kepengurusan pertengahan 2021 setelah memimpin lebih dari 7 tahun. 

Bahkan sampai berakhirnya masa kepengurusan tidak melaksanakan musyawarah daerah untuk pertanggung jawaban laporan kegiatan, pertanggung jawaban laporan keuangan dan aset organisasi, sehingga organisasi Apdesi di ambil alih oleh pengurus provinsi dan di tunjuk pemangku jabatan sementara.

Faktanya walaupun masa kepengurusan telah berakhir dan telah di tunjuk pemangku jabatan sementara (PJS) tetapi sebagian pengurus lama tidak legowo dan terus memamfaatkan forum keuchik untuk kepentingan yang tidak jelas bahkan berputar haluan dengan membentuk Apdesi/forum keuchik tandingan.

Kalau sebelumnya Apdesi yang mereka gunakan dengan baju kebesaran motif batik warna hijau bertuliskan Apdesi dan lambang burung garuda, kini beralih menggunakan baju putih yang juga bertuliskan Apdesi dengan lambang burung garuda.

Tentunya menjadi ironi dan tanda tanya ketika ada 2 organisasi yang nama dan lambangnya sama, tetapi dengan kepengurusan yang berbeda.

Secara nasional organisasi Apdesi telah lama hadir dan juga muncul dua kubu apdesi sehingga membawa dualisme. Akan tetapi secara legalitas hanya ada 1 lembaga Apdesi  yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM yaitu DPP APDESI yang di ketuai Arifin Abdul Majid dan Sekretaris Jenderal Muksalmina (putra Aceh). 

Sesuai undang undang no 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, Apdesi ini telah mendapatkan pengesahan sebagai organisasi masyarakat berbadan hukum sejak 2016 sesuai dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU.0072972AH.01.07 tahun 2016, dan di perkuat dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-001295AH.01.08 tahun 2021 tentang perubahan perkumpulan Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia dengan Ketua Umum Arifin Abdul Majid dan Sekretaris Jenderal Muksalmina. 

Organisasi Apdesi yang punya legalitas hukum inilah untuk saat ini di Kabupaten Aceh Besar di pimpin pemangku jabatan sementara (Pjs) Saiful Isky sesuai SK DPD Apdesi Provinsi Aceh Nomor 16/Skep/DPD/APDESI-Aceh/VII/2021.

Sedangkan satu organisasi lagi yang logo dan namanya persis sama yaitu DPP APDESI di pimpin oleh Surta Wijaya, mereka identik dengan kemeja kerah putih dan tercatat di akta notaris Fitrilia Novia Djamily dengan nomor akta 12 tertanggal 31 agustus 2021. Kelompok Apdesi inilah yang menyuarakan aspirasi di DPR RI untuk memperpanjang masa jabatan Presiden selama 3 periode. 

Dalam perjalanannya bak gayung bersambut akhirnya Muslim Cs membelot ke APDESI ini untuk menjadikan dualisme organisasi APDESI di Kabupaten Aceh Besar.

Seyogyanya jika mempunyai kebesaran hati dan jiwa yang mulia tentu tak akan membuat perpecahan di kalangan keuchik dan aparatur gampong, justru akan berusaha memperkuat organisasi yang telah ada untuk meringankan beban berat berat pemerintahan gampong. 

Sekarang berpulang pada pemerintah daerah,  perangkat gampong dan masyarakat untuk menilai, memilah dan memilih mana organisasi legal dan mana yang abal abal yang hanya untuk kepentingan sesaat.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top