lamurionline.com -- Nadiem Makarim Kemendikbud RI pada minggu lalu membuat kontroversi Masyarakat Indonesia akan kenaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal). Masyarakat khususnya mahasiswa se-Indonesia menganggap bahwa kenaikan UKT di seluruh PTN (Perguruan Tinggi Negeri) Indonesia di anggap tidak wajar, dikarenakan banyak dari Masyarakat Indonesia yang ingin meng-kuliahkan anak-anaknya di PTN terhambat oleh UKT yang mahal. Di tambah lagi oleh ungkapan Wakil Presiden Indonesia Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma'ruf Amin mengatakan kalau Pendidikan Indonesia itu adalah Pendidikan tersier. Hal tersebut juga membuat Masyarakat Indonesia bertanya-tanya akan pernyataan tersebut.

Zuhari Alvinda Haris memberikan sebuah gambaran bahwa, kenaikan UKT yang di ambil oleh pemerintah RI belum bisa untuk di berlakukan di Indonesia. Jika kita melihat dari persentase Masyarakat Indonesia, masih banyak Masyarakat Indonesia yang belum memiliki pekerjaan tetap dan bahkan ada juga yang pengangguran karena lowongan kerja yang terbatas. Sebagaimana yang kita ketahui, keadaan Negara indonesia masih dalam keadaan Negara Berkembang, keterbatasan lowongan kerja juga membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan untuk membayar UKT anak-anaknya yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke PTN yang mereka inginkan. Bisa kita katakan, kalau tujuan Indonesia ingin “menuju Indonesia emas 2045” malah akan sebaliknya menjadi “menuju Indonesia Kegelapan 2045” karena ketidaksanggupan untuk memberikan Pendidikan lebih bagi generasi muda Indonesia.

Sebenarnya Indonesia jika ingin menaikkan UKT di setiap PTN itu bisa saja. Namun, kenaikkan UKT juga harus berbanding lurus dengan penghasilan Masyarakat Indonesia atau penerimaan beasiswa setiap perguruan tinggi. Hal itu juga harus memadai dan tepat sasaran bagi sang penerima. Jika penghasilan Masyarakat Indonesia masih dibawah standar rata-rata dan beasiswa tidak sesuai dengan tujuan dan sasaran sebenarnya maka kenaikan UKT belum bisa diberlakukan di setiap PTN, yang ada akan membuat kontroversi bagi setiap Masyarakat dan mahasiswa Indonesia. 

Oleh karena itu, walaupun berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbud, masih belum layak untuk di aplikasikan dalam dunia perguruan tinggi Indonesia, karena penghasilan masyarakat Indonesia masih berada di bawah standar rata-rata. Maka perlu untuk ditinjau kembali akan hal itu.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top