Sahabat Muslimah, mulai hari ini aku juga akan menulis kisah Muslimah baik Indonesia maupun dari negara-negara lain, yang bisa dijadikan inspirasi bagi kita semua. Sebagai pembuka, inilah kisah pertama yang aku pilihkan dan ditulis khusus untukmu. InsyaAllah bermanfaat.




Namanya Wardatul Ula dan lebih senang dipanggil Lala. Bagi yang pernah membaca buku ketiga Hanum Rais ‘Berjalan di Atas Cahaya’, tentu sudah tidak asing lagi dengan gadis lahiran Aceh, 1 Januari 1992 ini. Selain pengalaman Hanum Rais sendiri, buku tersebut juga dilengkapi cerita oleh dua wanita lain, yaitu Tuti Amaliah yang bertahun-tahun tinggal di Vienna, dan Lala yang saat ini berkuliah di Turki. 

Ada dua tulisan yang dibagi Lala dalam buku tersebut. Kisah pertama tentang kesedihannya saat pertama kali harus meninggalkan Aceh demi belajar ke negeri orang, dan di kisah kedua Lala bertutur mengenai teman-teman asal Bosnia yang hijrah untuk berhijab saat mereka masih tinggal di asrama. Tulisan lala mengalir dan enak dibaca, jadi sudah pasti kamu akan menikmati dua cerita tersebut. Selain itu, kamu juga bisa membaca tulisan-tulisan Lala lainnya di media online Tribun Aceh, atau blog pribadinya capricorn92.wordpress.com

Saat ini, Lala yang memiliki kalimat favorit ‘Walk of the imagination, thus giving us a lot of things’ ini tinggal di kota Giziantep, sebuah kota penghasil Pistachio nomor wahid di Turki. Di kota yang juga terkenal dengan sebutan ‘Dapurnya Turki’ inilah lala berjuang menyelesaikan studi di fakultas Ilahiyat, Unversitas Giziantep. 

Berkuliah di negeri seeksotis Turki pasti sayang kalau dilewatkan tanpa mengeksplor habis keindahannya. Karena itulah di musim liburan, Lala menyempatkan diri menjelajahi setiap kota-kota baru di sana. Ia pernah ke Mersin, bagian Mediterania Turki; lalu ke Sanliurfa, tempat yang berhubungan erat dengan syeikh kenamaan Said Nursi; dan tentu saja kota cantik Istanbul, kota yang menjadi rumah pada tahun pertama kedatangan Lala di Turki.

Musim panas 2014 lalu, libur panjang Lala dihabiskan untuk kegiatan yang lebih mulia, yaitu menjadi pengajar relawan Al-Quran dalam sebuah kursus pendek bernama ‘Yaz Kursu’ untuk anak-anak Turki setingkat sekolah dasar. Percaya atau tidak, liburan musim panas di Turki bisa memakan waktu hingga 3 bulan. Waktu inilah yang dimanfaatkan para orang tua untuk membekali anak-anak mereka dengan pengetahuan agama yang tidak bisa diperoleh di sekolah. Lala mengaku dirinya bukan hanya sebatas pengajar bagi anak-anak lucu itu, melainkan ia juga belajar banyak hal. 

Menjadi pengajar, seseorang dituntut untuk bisa berkomunikasi dengan yang diajar, hal ini sedikit menjadi hambatan bagi Lala karena bahasa Turkinya masih belum begitufasih. Tapi kemudian Lala menyadari satu hal, bahwa ada hal yang lebih dari sekedar bahasa verbal, kedekatan bathin dan saling memahami itu ternyata lebih berperan besar dan mengikat hubungan antara seorang pengajar dan anak-anak.

Lala juga pernah menulis tentang sifat penduduk lokal. Ia mengaku kebanyakan orang Turki itu sangat dermawan dan suka membantu. Mereka gemar bersedekah, juga melakukan hal-hal bernilai sunnah, salah satunya memberi hadiah. Sejauh ini sudah banyak hadiah yang diterima Lala, mulai dari hal-hal kecil seperti makanan, pakaian, hingga tiket pulang ke Indonesia.

Pernah suatu ketika saat Lala dan teman-teman Indonesia sedang merayakan lebaran di istanbul, mereka mendapat kiriman paket berisi pakaian, yang kalau ditotal senilai jutaan rupiah. Hebatnya sang pengirim hanya menuliskan dirinya sebagai hamba Allah. Ya begitulah Turki sejauh pengamatan Lala. Baik mereka yang shalat maupun tidak shalat, semua selalu berlomba-lomba dalam urusan sedekah. Mungkin darah dermawan mereka mengalir dari nenek moyang yang hidup di masa kekhalifahan Ustmani. 

Hal menarik lainnya yang selalu dijajal Lala adalah transportasi gratis dari pemerintah Turki tiap kali Idul Fitri dan Idul Kurban. Transportasi gratis ini terus beroperasi sejak hari pertama lebaran hingga hari ke-3 atau bahkan ke-5. Tujuannya agar masyarakat Turki bisa bersilaturrahim ke handai taulan tanpa khawatir berapa ongkos yang akan dikeluarkan. Masyarakat Turki menjunjung tinggi budaya silaturrahim. Mereka bisa bertamu hingga berjam-jam, bahkan sehari penuh. Sedangkan tuan rumah juga tidak tanggung-tanggung dalam menjamu sang tamu. Bagi mereka tamu adalah raja. Mereka percaya betul kebaikan yang telah mereka ulurkan akan kembali pada diri mereka sendiri. 

Selain menikmati keindahan alam, memahami masyarakat lokal, hidup di negara empat musim juga berarti kesempatan bagi Lala untuk menikmati silih bergantinya musim. Mulai dari musim semi menuju musim panas, dari musim gugur hingga musim dingin. Biasanya bagi orang Indonesia, musim salju adalah yang paling dinanti-nanti, demikian pula Lala. Bersyukur salju telah menghampar di bumi Ustmani sejak pertama kali kedatangannya di Ataturk Airport. Meski begitu Lala tetap menanti-nanti kedatangan salju setiap tahunnya. Bagi Lala, salju itu lebih memesona dari gerimis yang dulu menjadi favoritnya selama di Tanah Air. 

Lalu di musim-musim lain, Lala juga sering membagi suasana hatinya lewat facebook atau instagram. Misal foto daun kuning yang berserakan di musim gugur hingga bersama warna-warni tulip di musim semi. Inilah kenikmatan yang diberikan Allah bagi mereka yang hidup di negara empat musim, dimana dalam satu tahun selalu hadir empat warna berbeda dengan pesonanya masing-masing. Semoga setiap kita diberikan kesempatan untuk menjajal musim-musim itu, paling tidak satu kali seumur hidup. Dengan begitu, semoga bertambah pula rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta. 

Baiklah, cukup sampai di sini dulu pembahasan mengenai gadis Aceh satu ini. Bagi kamu yang ingin menjalin komunikasi dengan Lala, silakan menghubungi via email, facebook, tweter, atau instagram. Informasi lengkap bisa kamu dapatkan di blog pribadinya. I hope her story will inpire each of you. There is not limited time for us to reach our dreams. Seperti kata lala, life is a choice in pursuing the long and winding road. With various options that exist, we should be able to survive.

Mereka yang mampu mewujudkan impian adalah ia yang tetap bertahan meski semua orang meminta meninggalkan, yang tetap bersabar meski ditimbun setumpuk ujian, yang tetap bangkit meski berkali-kali jungkal, dan yang tidak berputus asa meski puluhan kali kecewa. You must survive in every heavy wind and storm. Selalu percaya itu. Dan lihatlah sebentar lagi, mentari musim semi akan muncul begitu indah menyambutmu. 

Yang dikutip dari : 
http://www.sofia-zhanzabila.com/2015/11/mengintip-kehidupan-wardatul-ula.html
SHARE :
 
Top