Report By Sayed Muhammad Husen 

Salah satu oleh-oleh diberikan komunitas Aceh di Yan, Kedah, Malaysia adalah Buletin “Narit Geutanyo”. Buletin ini diberikan ketika kami mengunjungi lokasi pelatihan dan perkemahan Kampung Aceh Management Centre (KAMC), 7 Oktober 2016. KAMC sekaligus berfungsi sebagai Sekretariat IMAM (Ikatan Masyarakat Aceh Malaysia) yang menerbitkan Narit Geutanyo sejak 2010. “Kami sudah bukukan buletin ini,” kata salah seorang sidang redaksi, Abdul Rahman Yasin, sekaligus memperlihatkan empat bundel buletin yang telah dibukukan dengan rapi. 

Saya mendapat “sedekah” empat edisi Narit Geutayo 2016 terbitan Januari/Rabiul Akhir, Jumadil Awal (tanpa bulan miladiyah), Mei/Rajab dan Juli/Syawal 1437 hijriah. Terbit 16 halaman setiap dua bulan. Buletin ini didistribusikan kepada warga Aceh perantauan di seluruh Malaysia. Bahkan ada juga yang dikirim ke luar negeri. 

Konten 

Sebagai gambaran keseluruhan konten Narit Geuntanyo dapat kita lihat pada Edisi Baru 2016/1437, Jilid 9 Nomor 2. Halaman pertama buletin memuat rubrik “Pephon Narit” dengan tulisan KAMC (Kampung Aceh Management Centre) Alaf Baru Fasa 2 Janjikan Kelainan, terdapat juga logo IMAM di sudut kanan atas dan daftar isi pada sudut kiri bawah. Pada halaman pertama ini ada tiga foto: papan nama KAMC, Dewan Teungku Mohd Dahan (Abu Cyiek) dan foto abseiling di KAMC. 

Halaman 2 memuat rubrik “Ranub Sigapu” berupa pengantar redaksi, “Dari Gampong” berisi berita Walimatul Urus dan “Jak U Dapu” Resep Tumis Udang Pedas Aceh. Halaman 3 sambungan dari halaman 1. Halaman 4-5 berisi rubrik “Berita Dari Gampong” Akhirnya Bertemu Juga Jodohnya, dan beberapa berita lainnya seputar masyarakat Aceh di Malaysia. 

Sebagai upaya melestarikan seni budaya Aceh, halaman 6 Narit Geutanyo terdapat rubrik “Pantun Aceh”. Pada edisi ini ada pantun Aceh berjudul Hudep Susah, Mita Judo, ditambah Hadih Maja. Justru yang menarik pada halaman 7 memuat rubrik “Belajar Bahasa Aceh” melalui Teka Teki Silang (TTS). 

Halaman 8 rubrik “Renungan Agama” dengan artikel Kesabaran Yang Luar Biasa dan halaman 9 rubrik “Pengetahuan Am” Kisah Singkat Asal Mula Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (UMNO). Ada juga rubrik “Luar Negeri” pada halaman 10 tentang Refleksi 11 Tahun Tsunami oleh Agus Halim, Dosen Universitas Syiah Kuala. Tulisan ini bersambung ke halaman 11 berserta empat foto stunami Aceh tahun 2004 dan membandingkannya dengan foto keadaan sekarang. 

Halaman 12 rubrik “Tokoh Kita”. Tokoh pertama ditulis adalah Teungku Muhammad Dahan bin Oemar lahir 1891 di Lam U, Aceh Besar. Tulisan biografi ini agak panjang hingga bersambung ke halaman 13. Menurut Abdul Rahman Yasin, tulisan ini akan terus dilanjutkan dengan target dapat menerbikan buku 50 Tokoh Aceh di Malaysia, sebagai kelanjutan program penerbitan Kamus Dwibahasa Aceh Melayu - Melayu Aceh (2016). 

Narit Geutanyo halaman (Melayu: Muka) 14 memuat rubrik Budaya, yang pada Jilid 6 Nomor 2 ini terdapat artikel Asal Usul Tari Sedati. Berikutnya halaman 15 rubrik “Lambong-Lambong Kupiah”, berisi hadits dan ilustrasi tentang Fadilat Sembahyang Subuh dan Isya: Tiada shalat yang paling berat dirasakan oleh orang munafik, kecuali shalat Shubuh dan Isya (HR Bukhari dan Muslim). 

Halaman terakhir Narit Geutanyo memuat alamat penerbit, sususan redaksi, berita dan foto jembatan ambruk: “500 Penduduk Kampung Perigi Acheh Terputus Hubungan”, yang ditulis Nor Aishah, wartawan Utusan Malaysia. “Kami berharap dengan media ini, dan organisasi IMAM yang didirikan tahun 2000 dapat mempersatukan orang Aceh dan melestarikan adat istiadat kita,” harap Presiden IMAM, Jazni Bin Gani. 

Adapun Sidang Pengarang Narit Geutanyo: Abdul Rahman Yasin, Yusof Oerip, Nazariah Karim, MD Ilias Nyak Saad, Jazni Gani, Shamsudin Othman, Cut Farhah, Dr Supaad MD Amin, Mohd Noor Ibrahim, Dr Merza Abas dan Abdul Malik Taib. Redaksi beralamat di KAMC Kampung Aceh 06900, Yan, Kedah Darul Aman atau dapat dihubungi melalui telp/fax 04 4478337, telp rumah 04 4475033 dan hp 021 5933851. 

Jazni Gani mengatakan, masyarakat Aceh bisa mengirimkan tulisan, berita dan artikel melalui email man25yas@yahoo.com. Bahkan ketika dia tahu saya Pemimpin Redaksi Gema Baiturrahman, Jazni menawarkan fasilitas penginapan di KAMC seminggu untuk dapat meneliti, wawancara dan menulis lebih banyak tentang Aceh di Yan. Saya katakan: Insya Allah. 

Sebagai gambaran tiga edisi lainnya, juga memuat rubrik yang sama. Perhatian saya tertuju pada Laporan Utama atau Peuphon Narit setiap edisi yang saya lihat ditulis bersahaja dan menjadi ciri khas karya jurnalistik yang terbit berkala. Lihat saja edisi pertama 2016 menulis Pephon Narit “Sepagi Bersama Tuan Haji Harun Keuchik Leumiek dan Keluarganya di Gampong Yan” (Manyas), edisi 3 “Betulkah? Ekonomi Yan Dikuasai Oleh Orang Aceh Seketika Dahulu” (Ary) dan edisi 4 ”Asal Muwasal Manusia Diciptakan” (Ustaz Zaini). 

Kagum 

Setelah membaca 4 edisi Narit Geutanyo, saya merasa kagum terhadap karya jurnalistik ini, walaupun bentuknya sangat sederhana. Mareka telah bekerja keras mendokumentasikan sejarah Aceh di Yan dan kiprah masyarakat Aceh di perantauan sekarang ini. Ini pekerjaan besar dan akan menjadi bagian dari upaya membangun peradaban Aceh. Kita dapat memahami kelemahan bahasa Aceh yang terdapat pada empat edisi Narit Geutanyo yang saya baca, karena mereka mengaku generasi Aceh yang keempat di Yan. 

Sebelumnya, Fahmi M. Nasir dalam blognya fahminasir.blogspot.co.id menganalisis Narit Geuyantayo, bahwa beragam rubrik yang ada, dia memastikan bahwa Narit Geutanyo merupakan sebuah buletin yang sangat menarik dan unik. Dia mengutip mantan Presiden IMAM, Tan Sri Sanusi Junid, mengatakan, buletin ini akan terus meningkatkan kualitasnya baik dari segi isi maupun cetakannya, sehingga dapat terus eksis di tengah-tengah serbuan berbagai media di zaman teknologi informasi sekarang ini. 

Fahmi mengapresiasi yang sebesar-besarnya masyarakat Aceh di Malaysia yang begitu gigih menjaga identitas keacehan mereka. Salah satunya melalui Narit Geutanyo. Kita patut terharu bahwa mereka yang mayoritasnya belum pernah menginjakkan kaki di bumi Iskandar Muda, namun tetap bangga menjadi orang Aceh, fasih berbicara bahasa Aceh, tetap makan makanan khas Aceh, menjaga jati diri orang Aceh yang amanah, berani, rajin, disiplin dan setia. 

Kita bahkan harus bercermin kepada realitas masyarakat Aceh yang berada di Aceh sekarang, sebab kita semakin hilang identitas keacehan dan keislaman kita. Jangan sampai orang Aceh di luar Aceh lebih Aceh dari orang Aceh di Aceh sendiri. Kalau ini terjadi jangan harap kita bisa bangkit dari segala keterpurukan, kemiskinan dan beragam persoalan lainnya. 

Akhirnya saya sempat menyarankan kepada Cek Gu Abdul Rahman dan Jazni Gani, supaya semua edisi “Narit Geutanyo” diterbitkan juga dalam bentuk blog, sehingga bisa diakses lebih luas oleh orang Aceh di seluruh dunia. Saya contohkan Buletin Lamuri yang terbit bulanan di Indrapuri, Aceh Besar, bisa diakses melalui : www.lamurionline.com

Penulis merupakan Pemimpin Redaksi Gema Baiturrahman dan Pembina Buletin Lamuri
SHARE :
 
Top