Oleh: Ahmad Faizuddin 

Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan menyeluruh. Dalam bidang pendidikan khususnya, ajaran yang ditanamkan mencakup seluruh aspek fundamental kehidupan manusia. Dalam karyanya yang berjudul Al-Fikru At-Tarbawy ‘Inda Ibni Qayyim (Pokok Pemikiran Pendidikan Menurut Ibnu Qayyim), Hasan bin Ali Hasan Al-Hijazy menuliskan bahwa dimensi fundamental yang hendak digarap oleh proses pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah) mencakup: (1) Pendidikan Iman (Tarbiyah Imaniyah), (2) Pendidikan Rohani (Tarbiyah Ruhiyah), (3) Pendidikan Pikiran (Tarbiyah Fikriyah), (4) Pendidikan Perasaan (Tarbiyah ‘Athifiyah), (5) Pendidikan Akhlaq (Tarbiyah Khuluqiyah), (6) Pendidikan Masyarakat (Tarbiyah Ijtima’iyah), (7) Pendidikan Kehendak (Tarbiyah Iradiyah), (8) Pendidikan Badan (Tarbiyah Badaniyah), dan (9) Pendidikan Sex (Tarbiyah Jinsiyah). 

Penjelasan berikut ini merupakan rangkuman dan petikan dari buah pikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. 

1. Pendidikan Iman (Tarbiyah Imaniyah)  

Iman adalah membenarkan (at-tashdiq), mempercayai (ats-tsiqah) dan menerima syari’at dengan lisan, hati dan anggota badan (jawarih). Menurut Ibnu Qayyim, iman adalah gabungan antara ilmu dan amal. Tanda sempurnanya iman seorang hamba adalah terpenuhinya empat kriteria berupa kecintaan dan kebencian karena Allah serta melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan syari’at. Iman akan kokoh dan tegak apabila ditopang oleh pondasi yakin dan sabar sebagaimana Firman Allah: Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami (Q.S. As-Sajadah: 24). Iman dapat bertambah karena keta’atan dan berkurang karena kemaksiatan. 

Berdasarkan pengertian iman di atas, maka tarbiyah imaniyah adalah aktivitas mendidik, menjaga, merawat, meningkatkan kualitas dan menyempurnakan iman seorang hamba Allah. Fokus dan tujuan (ghayah) dari tarbiyah imaniyah adalah menjadikan anak didik sebagai seseorang yang patuh kepada Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan semua larangan syari’at. Tarbiyah imaniyah ini sangat penting sebagai sarana (wasilah) mentadabburi tanda-tanda kekuasaan Allah, mengingat kematian dan mendalami makna ibadah. Sebagai hasilnya, seseorang yang melakukan tarbiyah imaniyah ini akan memperoleh balasan pahala dari Allah dan meraih ridha-Nya berupa syurga (Q.S. As-Sajdah: 17), lapang dada dan merasakan indahnya hidup (Q.S. An-Nahl: 97, Al-An’am: 125), memiliki wajah berseri dan hidup bahagia (Q.S. Al-Insan: 12), selamat dari ragu-ragu dan penyakit hati lainnya, jiwanya tenang dan tenteram, dan memperoleh penjagaan Allah (ma’iyatullah) dan diteguhkan pada jalan-Nya. 

2. Pendidikan Rohani (Tarbiyah Ruhiyah) 

Manusia tercipta atas tiga unsur yaitu ruh (jiwa), badan dan akal. Maka pendidikan yang baik adalah yang mencakup ketiga hal tersebut. Ibnu Qayyim membahas khusus seluk beluk ruh dalam kitabnya Ar-Ruh. Merujuk kepada Al-Qur’an, ruh mempunyai banyak arti seperti wahyu yang diturunkan (Q.S. Asy-Syura: 52), Malaikat Jibril AS (Q.S. Asy-Syu’ara: 193-194), kekuatan atau keteguhan hati dan pertolongan Allah (Q.S. Al-Mujadilah: 22), urusan yang hanya diketahui Allah (Q.S. Al-Isra’: 85), dan Isa Al-Masih bin Maryam (Q.S. An-Nisa’: 171). Menurut Ibnu Qayyim, ruh adalah zat (jism) yang bentuk dan hakikatnya berbeda dengan badan manusia yang bisa ditangkap indera. Ia adalah jism yang bersifat cahaya (nur) yang sangat tinggi, ringan, bergerak dan melebur di dalam badan dan seluruh anggotanya serta memberikan daya rasa, gerak dan kehendak (iradah). Dalam Al-Qur’an, ruh terkadang disebutkan dengan lafaz “An-Nafs” (Q.S. An-Nur: 61, Al-Fajr: 27). 

Pendidikan yang baik tentunya harus memperhatikan kesehatan jiwa (ruh, nafs) seseorang. Karena jiwa yang sehat dapat menciptakan keseimbangan dalam kehidupan manusia. Menurut Ibnu Qayyim, sarana tarbiyah ruhiyah adalah dengan memperdalam keimanan khususnya terhadap yang ghaib seperti akhirat, alam barzakh, syurga dan neraka; menyibukkan diri dengan hal-hal yang diridhai Allah; mencintai Allah sebagai Dzat yang menciptakan seluruh jiwa dan makhluk (mahabbatullah); mengingat Allah dan mendirikan shalat (dzikr); melakukan introspeksi diri (muhasabah) setiap hari; mentadabburi ciptaan Allah sebagai bukti kekuasaan-Nya; dan mengagungkan segala perintah dan larangan Allah. Hasil dari tarbiyah ruhiyah ini dapat melahirkan jiwa yang mulia (nafs muthmainnah) dan terhindar dari jiwa yang mencela diri sendiri (nafs al-lawwamah), menjadikan Muslim waspada akan bahaya jiwa amarah yang menyeru kepada keburukan (nafs ‘ammarah bis-su’), menyelamatkan jiwa dari azab Allah karena senantiasa dihiasi dengan ma’rifatullah, membahagiakan jiwa karena selalu diiringi dengan janji kebahagiaan akhirat yang hakiki, serta meraih kemuliaan, kesucian dan kesempurnaan jiwa. 

3. Pendidikan Pikiran (Tarbiyah Fikriyah)

Secara sederhana, tarbiyah fikriyah adalah mengembangkan daya pikir (‘aql) atau meluaskan wawasan dan cakrawala berpikir seorang pelajar. Kemampuan berpikir (IQ) manusia itu mempunyai tingkatan yang berbeda-beda mulai dari yang sederhana sampai ke tingkatan tinggi. Ibnu Qayyim secara khusus menjabarkan bahwa pintu berpikir itu sangat luas. Hal ini karena manusia dikaruniai kelebihan akal sebagaimana Firman Allah: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S. Al-Isra’: 70). Menurut Ibnu Qayyim, proses berpikir adalah pencarian hati terhadap sesuatu (‘ilm) yang belum diketahui untuk diketahui. Istilah lain yang semakna dengan berpikir (al-fikr) adalah merenung (tafakkur), mengingat-ngingat (tazakkur) (Q.S. Al-A’raf: 201), melihat (nadhara), mengamati (ta’ammul), mengambil pelajaran (i’tibar) (Q.S. An-Nazi’at: 26, Ali Imran: 13), mengulangi (tadabbur), dan melihat dengan mata kepala (tabashshur). Maka akal yang sempurna adalah yang mampu menghantarkan pemiliknya kepada ridha Allah dan Rasul-Nya. 

Ibnu Qayyim memberikan beberapa metode untuk mendidik pikiran. Diantaranya adalah dengan memperhatikan makhluk-makhluk dan tanda-tanda kekuasaan Allah sebagaimana Firman-Nya: Dan kamu lihat gunung-gunung itu, yang kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. Begitulah perbuatan Allah yang membuat kokoh tiap sesuatu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. An-Naml: 88). Selanjutnya adalah dengan mentadabburi syari’at Allah yang diturunkan kepada manusia sebagai maslahat bagi mereka, menjalani segala perintah Allah dan istiqamah di jalan-Nya, meningkatkan kewaspadaan terhadap penghalang perkembangan pikiran dan bahaya maksiat, berijtihad berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat menutup semangat berpikir dan meningkatkan aktifitas akal. 

4. Pendidikan Perasaan (Tarbiyah ‘Athifiyah) 

Tarbiyah ‘athifiyah adalah aktivitas pendidikan yang mengarahkan setiap perbuatan dan perkataan individu kepada cinta dan ridha Allah, sebagai realisasi dari Firman-Nya: Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam (Q.S. Al-An’am: 162). Instink (gharizah) atau watak dan tabiat manusia harus diarahkan dan dibina sehingga dapat menghantarkan kepada kecintaan-Nya. Orang yang meyakini keberadaan Allah tidak akan takut dan bersedih hati (Q.S. Fushshilat: 30) karena Dia senantiasa bersama hamba-Nya yang bertaqwa dan berbuat baik (Q.S. An-Nahl: 128, At-Taubah: 40). Ibnu Qayyim menjabarkan bahwa bagian dari instink manusia adalah (1) sedih (al-huzn), (2) gembira (al-farh), (3) takut (al-khauf), (4) marah (ghadhab), dan (5) cinta (mahabbah). Pertama, Sedih adalah penyakit hati yang dapat melemahkan semangat, cita-cita dan keinginan (iradah). Ia merupakan rasa sakit akibat sesuatu yang telah terjadi. Adapun rasa sakit terhadap sesuatu yang akan terjadi di masa mendatang disebut galau (hammun). Bagi orang mukmin, sedih mempunyai dampak positif apabila bermaksiat kepada Allah atau sedikitnya ibadah kepada-Nya sehingga melewatkan hari-hari dalam kesia-siaan. 

Obat sedih itu adalah tidak menyerah terhadap kesedihan, mencari jalan keluar dari jerat kesedihan, memohon kepada Allah agar dijauhkan dari kesedihan dan gundah gulana, dan menanamkan ma’rifatullah dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya di dalam hati. Intinya adalah dianjurkan untuk sabar dan tabah ketika dilanda kesulitan, karena kesabaran dalam kesulitan adalah sarana (washilah) meningkatkan keimanan. Rasul SAW mengajarkan do’a: Ya Allah, aku berlindung diri kepada-Mu dari bingung (hammun) dan sedih (haznun), dari lemah (‘ajzun) dan malas (kasalun), dari sifat kikir (bukhlun) dan pengecut (jubnun), dari himpitan hutang (dhala’ ad-dain) dan dikuasai orang lain (ghalabat ar-rijal) (H.R. Bukhari). Kedua, gembira adalah lawan dari sedih. Kegembiraan karena mendapatkan cinta dan meraih ma’rifatullah akan menyingkap mendung kesedihan, kegalauan, kegundahan dan duka cita dari hati seorang hamba. Allah SWT berfirman: Katakanlah, hendaklah mereka gembira dengan karunia Allah dan ramhat-Nya (Q.S. Yunus: 58). 

Sarana yang dapat menghantarkan hati meraih kebahagiaan adalah dengan berbuat baik (ihsan). Menurut Ibnu Qayyim, ihsan akan membahagiakan hati dan melapangkan dada, mendatangkan nikmat dan mengusir bencana. Ketiga, takut berkaitan erat dengan dosa yang dilakukan oleh seorang hamba. Takut kepada Allah merupakan tuntutan iman. Semakin kuat iman seseorang maka semakin kuat ketakutannya kepada Allah. Perasaan takut khususnya terhadap Allah dan negeri akhirat serta balasannya merupakan pondasi yang sangat kuat dalam pendidikan ‘athifiyah. Takut merupakan sarana ibadah yang efektif, karena hanya orang yang takut hanya kepada Allah (Q.S. Al-Maidah: 44, Ali Imran: 175, At-Taubah: 18) sajalah yang akan memperoleh kemenangan yang hakiki (Q.S. An-Nur: 52). Keempat, marah merupakan rintangan jiwa yang menutup kebaikan serta membunuh kesadaran akal. Marah adalah penyakit hati yang sangat berbahaya karena dapat menghilangkan kesempurnaan pola pikir (tashawwur) dan kelurusan niat serta kehendak. Marah bersumber dari syaithan untuk menyesatkan manusia. Maka obatnya adalah dengan wudhu dan shalat karena keduanya mampu memadamkan api marah dan syahwat sebagaimana hadits Nabi SAW: Sesungguhnya kemarahan itu dari syaithan dan sesungguhnya syaithan itu dari api, dan api itu hanya bisa dipadamkan dengan air. 

Oleh karena itu, jika salah satu dari kalian marah maka bersegeralah wudhu’ (H.R. Ahmad). Metode lainnya untuk menyembuhkan marah adalah dengan berlindung diri dari syaithan (isti’adzah) dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an, berzikir kepada Allah (Q.S. Ar-Ra’d: 28), menjadikan sabar dan tabah sebagai penolong (Q.S. An-Nahl: 127, Ali Imran: 134), dan merubah posisi (apabila dalam keadaan berdiri hendaklah segera duduk, apabila dalam keadaan duduk hendaklah segera berbaring). Kelima, cinta adalah masalah hati yang hakikatnya tidak bisa diketahui kecuali dengan dirasakan atau melalui pengaruh yang ditimbulkannya. Cinta yang hakiki hanyalah kepada Allah (mahabbatullah) yang menghendaki kesempurnaan ibadah (‘ubudiyah) dan pengagungan kepada-Nya. 

Cinta adalah motivasi yang paling kuat dalam melakukan suatu aktivitas. Cara memperdalam cinta kepada Allah adalah dengan menanmkan perasaan bahwa seorang hamba sangat membutuhkan Allah dalam hidupnya, menanamkan ilmu bahwa dia hanya memiliki satu hati untuk dipenuhi dengan cinta-Nya, menanamkan keimanan bahwa apa yang dimilikinya adalah semua milik Allah, menanamkan pengetahuan dan kesadaran atas nikmat-nikmat Allah kepada manusia, dan memohon dengan do’a yang mengandung permintaan kepada pertolongan (taufiq) Allah SWT. Diantara do’a Rasulullah SAW adalah: allhumma aati nafsii taqwaaha wa zakkiha anta khairu man zakkaaha anta waliyyuha wa maulaaha (Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada hatiku dan bersihkanlah ia, karena Engkau sebaik-baik Dzat yang mampu membersihkannya, Engkaulah pelindung dan pemiliknya). 

5. Pendidikan Akhlaq (Tarbiyah Khuluqiyah) 

Tarbiyah Khuluqiyah mencakup pembinaan akidah, akhlak, adab dan tingkah laku sebagaimana tujuan utama diutusnya Nabi SAW: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik (H.R. Ibnu Sa’ad dari Abu Hurairah). ‘Aishah ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau menjawab: Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an (H.R. Bukhari Muslim). Dalam kitabnya Fikr At-Tarbawi, Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa diantara akhlak yang mulia adalah sabar, pemberani (syaja’ah), mendahulukan kepentingan orang lain (itsar), syukur, mulia, dermawan, amanah, jujur dan sebagainya. Jadi tarbiyah khuluqiyah adalah melatih anak untuk berakhlak mulia dan memiliki kebiasaan terpuji sehingga terbentuk karakter seorang Muslim yang baik dan kuat. Pondasi pendidikan akhlak ini perlu dilakukan sejak dini untuk membentuk karakter dan watak (tabi’at) yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Maka sumber utama tarbiyah khuluqiyah adalah Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. 

Diantara metode (asalib) tarbiyah khuluqiyah yang dianjurkan oleh Ibnu Qayyim adalah dengan cara (uslub) mengosongkan diri dari akhlak tercela (takhliyah) dan mengisinya dengan akhlak mulia (tahalliyah). Metode selanjutnya adalah mengaktifkan dan menyertakan anak dalam berbuat baik (al-birr), pelatihan dan pembiasaan yang tekun, memberi gambaran yang buruk tentang akhlak tercela, dan menunjukkan buah yang baik berkat akhlak yang baik (husnul khuluq). Sesuai dengan hadits Rasul SAW, akhlak manusia dapat dibagi dua: bawaan (fitrah) dan perolehan (muktasab): Wahai Asyaj ‘Abdul Qais, sesungguhnya dalam jiwamu itu ada dua akhlak (sifat) yang dicintai Allah, yaitu cerdas dan murah hati. Kemudian Asyaj bertanya, ‘Apakah dua sifat itu aku dapatkan setelah aku mencarinya ataukah keduanya diciptakan sesuai dengan fitrahku?’ Rasullah menjawab, ‘Bahkan kamu diciptakan dengan membawa keduanya.’ Lalu Asyaj berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menciptakanku dengan sifat yang dicintai-Nya’ (H.R. Muslim). 

6. Pendidikan Masyarakat (Tarbiyah Ijtima’iyah) 

Pengaruh masyarakat terhadap individu sangat besar khususnya dalam dimensi pemikiran (fikriyah), tingkah laku (sulukiyah) dan perasaan (‘athifiyah). Oleh karena itu, pendidikan masyarakat yang baik sangat penting untuk membangun pondasi bangunan yang kokoh bagi perkembangan setiap individu. Pembinaan ini adalah sebagai realisasi sabda Nabi SAW: Tidaklah sempurna iman salah seorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (H.R. Bukhari). Berdasarkan hadits tersebut, tarbiyah ijtima’iyah yang baik adalah yang senantiasa memperhatikan perasaan orang lain dan tidak menyakiti suadaranya. Rasulullah SAW bersabda: Orang Mukmin dengan Mukmin lainnya itu seperti bangunan yang saling menopang dan menguatkan antara sebagian dengan sebagian lainnya (H.R. Tirmidzi). 

7. Pendidikan Kehendak (Tarbiyah Iradiyah) 

Kehendak (iradah) adalah mesin penggerak amal. Ia adalah cita-cita (himmah) yang ada dalam jiwa manusia yang membangkitkannya untuk beramal. Sementara amal adalah buah dari ilmu. Maka keseimbangan ilmu dan amal akan melahirkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tanda-tanda sehatnya iradah seorang hamba adalah apabila hatinya senantiasa gelisah dalam mencari keridhaan Allah dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan-Nya. Jadi tarbiyah iradiyah adalah melatih kecintaan terhadap sesuatu yang diiginkan, tegar menanggung derita di jalannya dan sabar dalam menempuhnya, mengingat hasil yang akan diraihnya, dan melatih jiwa dengan kesungguhan dan amal. Jiwa manusia itu akan sempurna apabila memiliki ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh. Allah SWT befirman: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan nasehat-menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati dengan kesabaran (Q.S. Al-‘Ashr: 1-3). 

8. Pendidikan Badan (Tarbiyah Badaniyah) 

Islam sangat memperhatikan unsur badan sehingga dapat menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda: Orang Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang Mukmin yang lemah. Dan keduanya ada dalam kebaikan (H.R. Ahmad). Oleh karena itu, seorang Mukmin harus menjaga keadaan badannya baik di waktu sehat atau pun sakit dengan menjaga pola makan. Allah SWT berfirman: Makan dan minumlah kalian dan janganlah berlebih-lebihan (Q.S. Al-A’raf: 31). Dalam kitabnya Thibbun Nabawy, Ibnu Qayyim menukilkan bahwa Rasulullah SAW menyebutkan bahwa perut adalah telaganya badan, sedangkan pembuluh-pembuluh darahnya adalah sungai-sungai kecil yang mengalir darinya. Jika perut sehat, maka pembuluh-pembuluh darah itu akan mengalir dengan lancar, dan jika ia sakit maka pembuluh-pembuluh darah pun akan ikut sakit. Diantara sarana menjaga kesehatan adalah dengan melakukan olah raga (riyadhah). 

Setiap anggota tubuh mempunyai bentuk olah raganya sendiri sesuai karakternya. Olah raga dada adalah membaca, olah raga pendengaran adalah mendengarkan suara, olah raga lisan adalah berbicara, olah raga mata adalah melihat, dan olah raga kaki adalah berjalan. Adapun bentuk olah raga badan secara keseluruhan termasuk menunggang kuda, memanah, bergulat dan lomba lari. Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa ruh juga perlu olah raga, yaitu dengan belajar, beradab, bergembira, berbahagia, sabar, teguh, berani, toleransi dan beramal kebaikan. Menurut beliau, olah raga ruh yang paling bermanfaat adalah sabar, cinta, berani dan ihsan. Adapun sarana khusus pendidikan olah raga (tarbiyah riyadhah) dalam bentuk ibadah (syi’ar ta’abbudiyah) adalah shalat, puasa, jihad dan haji. Shalat mampu menjaga kesehatan iman dan badan. Gerakan-gerakan ruku’, sujud, duduk tahiyat dan tawarru’ dapat melancarkan peredaran darah dan pencernaan serta menanggulangi tumpukan sisa-sisa makanan dalam tubuh. Demikian juga ibadah puasa, jihad dan haji merupakan aktivitas untuk kesehatan badan, menguatkan hati, menghilangkan galau, gundah dan sedih. 

9. Pendidikan Sex (Tarbiyah Jinsiyah) 

Tarbiyah jinsiyah adalah tuntunan dalam berinteraksi dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan sex dan perkembangannya. Allah SWT menjabarkan secara jelas: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur (yaitu antara benih laki-laki dan perempuan) yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan mereka mendengar dan melihat (Q.S. Al-Insan: 2). Hubungan sex yang halal dan baik akan menyehatkan badan dan menyelamatkan dari serangan penyakit. Pendidikan sex juga diarahkan untuk menghindari penyimpangan sexual seperti zina, laki-laki menggauli laki-laki (liwath) atau homosexual, dan menyetubuhi isteri dari duburnya (sodomi). Penyimpangan seperti ini akan mendatangkan kerusakan dalam masyarakat dan mengundang azab Allah SWT. Adapun sarana yang menunjang suksesnya tarbiyah jinsiyah ada dua: sarana preventif (wiqaiyah) dan sarana kuratif/pengobatan (‘ilajiyah). 

Diantara sarana preventif adalah memberi peringatan dan penjelasan tentang bahaya dan kerusakan sexual yang menyimpang, menjaga dan menundukkan pandangan karena ia merupakan anak panah iblis, meyakini adanya pengawasan Allah (muraqabatullah), menjaga pikiran dan pembicaraan (lisan) dari hal-hal yang diharamkan Allah, menjaga langkah kaki agar tidak meniti jalan kemaksiatan, menjauhkan ana dari sifat malas dan suka menganggur, menjauhi anak dari tempat-tempat yang menyebarkan kesia-siaan dan kebatilan, dan membiasakan anak untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah terutama shalat malam (qiyamul lail). Sementara sarana kuratif adalah dengan cara memperhatikan makanan yang dikonsumsi sehingga tidak membangkitkan gelora syahwat, menjauhi hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat, menghibur diri dengan hal-hal yang mubah dan menjauhi yang haram, memikirkan kerusakan-kerusakan yang akan terjadi akibat melampiaskan syahwat, dan memperkokoh pemikiran tentang agama dan kesehatan jiwa. Demikianlah dimensi fundamental yang menyeluruh dari pendidikan Islam sebagaimana dijabarkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. 

Sebuah pendidikan dapat dikatakan berhasil dan tercapai tujuannya apabila mencakup seluruh dimensi tersebut. Sayangnya kebanyakan system pendidikan sekarang hanya memperhatikan beberapa aspek saja seperti pengajaran ilmu pengetahuan dan olah raga sementara mengabaikan aspek yang lainnya yang lebih penting seperti perkembangan jiwa anak. Maka harapan kita bersama adalah ummat Islam dapat mempraktekkan apa yang telah tertulis dalam tuntunan syari’at sehingga kita dapat barjaya di dunia dan di akhirat. 

Kuala Lumpur: November 10, 2018
SHARE :
 
Top