Oleh Sri Suyanta Harsa

Ilustrasi
Muhasabah 22 Zulhijah 1440
Saudaraku, Islam sangat apresiatif terhadap kebersihan, sehingga Nabi Muhammad saw bersabda bahwa kebersihan bagian iman. Dengan demikian salah satu ciri orang beriman adalah memelihara kebersihan. Mafhum mukhalafahnya, orang yang tidak menjaga kebersihan menandakan kekurangsempurnaan imannya.

Apalagi biasanya kebersihan itu dapat mengantarkan pada kesucian. Nah, kebersihan lahiriyah saja sangat penting, apalagi kebersihan yang bersifat substantif bathiniyahnya. Dalam konteks ini Ali bin Abu Thalib pernah berwasiat bahwa tubuh agar baik maka perlu dibersihkan dengan air. Jiwa agar cemerlang sebaiknya dibersihkan dengan air mata. Akal agar menjadi brilian maka perlu dibersihkan dengan ilmu pengetahuan dan hikmah. Adapun hati agar bersinar terang maka mesti dibersihkan dengan cinta (kepada Rabbnya).

Pertama, bila dalam seluruh rangkaian ibadah mahdhah terutama shalat sebelum ditegakkan mesti diawali dengan menjaga kebersihan lahiriyah dengan mandi dan atau berwudhuk, maka seluruh penunaian ritual ibadahnya merupakan instrumen membersihkan jiwa. Bahkan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengawali bahasan dalam kitabnya Ihya 'Ulumuddin dengan bab thaharah, betapa pentingnya kebersihan lahiriyah untuk dapat menghidupkan Islam, memberi ruh pada fikih Islam.

Kebersihan lahiriyah memberikan makna dan menyempurnaman kebersihan bathiniyahnya. Ketika kebersihan lahir dan bathin ini dapat terus dikukuhkan dalam kehidupan sehingga  terpelihara juga terjaga, akan meniscayakan kelancaran perjalanan menuju Allah taala, diri yang bersih suci menuju, bertemu bahkan menyatu dengan Allah Zat Maha Suci.

Kedua, menangis seperti apa yang dapat membersihkan jiwa? Tentu menangis yang punya makna. Di antaranya adalah menangis haru saat pertaubatan kita. Taubat nasuha dapat mengantarkan seseorang kepada kesuciannya, kepada kefitrahsnnya, karena dosanya sudah diampuni dan dihapus oleh Ilahi. Maka menangis sebagai wujud dan refleksi penyesalan yang sunggug-sungguh terhadap dosa-dosa selama ini dapat membersihan jiwanya.

Di samping itu, menangis trenyuh dan terbawa pada saat menghayati bacaan-bacaan shalat atau saat mendengar ayat-ayat suci dilantunkan atau trenyuh saat menyaksikan orang-orang papa memperoleh pertolongan Allah. Tangisan-tangissn semacam ini tidak saja membersihkan jiwa tetapi membawa  kepuasan bathin yang tiada tara. Berbeda menangis karena sedih, suara isak tangis karena penghayatan nilai religiusitas ini justru menjadikan nyaman di hati tidak menyesakkan dada. Rasanya ingin mengulangi lagi dan terus nengulanginya lagi sehingga terasa damai di hati. Sehingga bila ada riwayat yang menyatakan harusnya kita lebih banyak menangis daripada tertawa, maka dimaksudkan agar kita senantiasa dalam kedamaian yang nyata.

Ketiga, ilmu pengetahuan membersihkan akal pikiran. Akal pikiran hanya akan bersesuaian dengan ilnu pengetahuan, maka akal pikiran yang tidak digunakan untuk berpikir memperoleh ilmu pengetahuan sejatinya akal pikirannya tertutupi kotoran, sehingga seolah tidak berakal. Maka mencari, menemukan dan menguasai ilmu pengetahuan merupakan keniscayaan untuk mencermerlangkan akal pikirannya.

Keempat, cinta ke atas Rabbnya dapat membersihkan hati. Perasaan cinta akan mengantarkan totalitas kepribadian yang ingin terus berkidmat kepada Rabb Sang Kekasih yang dicintainya. Di sinilah kesucian hati dapat terpelihara.

Saudaraku, apapun niat yang terlintas, pikiran yang tercurah, dan perilaku keseharian kita sebagai orang beriman tidak akan terlepas dari ragam kebersihan dan upaya pembersihan totalitas kepribadian, baik lahiriyahnya, jiwanya, akalnya maupun hatinya. Ketika kebersihan lahir dan batin dapat dikukuhkan dalam jehidupsn sehari-hari, maka langkah mensyukurinya merupakan tuntutan kemuliaan.

Pertama, mensyukuri dslam hati yakni meyakini bahwa ajaran Islam menyediakan sarana terbentuknya kepribadian muslim yang sempurna.

Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya melafalkan alhamdulillahi rabbil 'allamin. Dengan terus menyebutNya, semoga Allah menganugrahkan hidayahNya kepada kita sehingga senantiasa dalam ketaatan demi ketaatan.

Ketiga, mensyukuri dengan tindakan konkret. Di antaranya dengan memelihara kebersihan baik fisik lahiriyah, jiwa, akal maupun hatinya.

Oleh karenanya dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Quddus. Ya Allah zat yang maha suci. 
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top