Oleh Miftahul Jannah

Keterisolasian pulau-pulau dan wilayah di Indonesia inilah yang memberikan alasan jika negara ini cukup rentan terhadap penyebaran Corona COVID-19. Negara ini pada dasarnya dihadapkan dengan bom waktu. Jika gagal mengatasi krisis dengan segera, virus akan menyebar ke pulau-pulau terpencil di mana ia dapat semakin parah, tidak dideteksi dan sulit diobati selama bertahun-tahun kemudian.

Selama berminggu-minggu setelah kasus pertama Virus Corona COVID-19 ditemukan di Wuhan, China, beberapa orang Indonesia muncul di bawah kesan bahwa mereka akan terhindar dari wabah ini.

Mengingat hubungan perjalanan antara manusia yang kuat antara Indonesia dengan China. Hal ini lantas dijawab oleh Menteri Kesehatan Indonesia Terawan Agus Putranto, menyebut selain imunitas yang baik, doa turut membantu menjaga warga Indonesia dari serangan virus yang muncul dari Wuhan tersebut.

Mengutip dari KOMPAS.COM data kasus Covid-19 pada hari Rabu tanggal 03 bulan Juni 2020 di Indonesia sekarang  kenyataannya, negara ini telah melaporkan adanya 684 kasus baru dan total keseluruhan jumlah kasus ini sebanyak 28.233 kasus positif Covid-19.Dan adapun pasien yang sembuh mengalami peningkatan sebesar 471 orang sehingga total menjadi 8.406 orang.Sedangkan orang yang meninggal karena Covid-19 ini bertambah sebanyak 35 orang dengan total angka kematian sebanyak 1.689.

Sebagian besar angka kasus Covid-19 ini banyak terjadi  di Jakarta dengan penambahan kasus sebanyak 82 kasus,dengan total orang yang positif Covid-19 sebanyak 7.623 kasus.Sementara itu pasien yang sembuh adalah 2.585 orang atau mengalami penambahan sebanyak 187 orang dalam 24 jam terakhir.Adapun pasien yang meninggal akibat virus Corona di DKI Jakarta adalah 523 orang,yaitu mengalami penambahan sebanyak 5 orang dari hari sebelumnya.

Meskipun provinsi termasuk Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau,dll juga telah melaporkan infeksi. Namun, mengingat rekam jejak pemerintah, yang mudah untuk percaya bahwa kenyataan di lapangan mungkin lebih buruk daripada membiarkannya.

Sebagian besar masalah adalah arogansi pemerintah pusat yang dipimpin oleh Joko Widodo, yang sejak awal belum cukup transparan, baik kepada masyarakat maupun pemerintah daerah. Sangat lambat untuk memberi tahu pemerintah daerah tentang kasus yang dikonfirmasi dan upaya yang dikompromikan untuk melacak penyakit ini.

Ada kebingungan di antara berbagai pihak berwenang tentang informasi yang paling mendasar sekalipun, seperti jumlah orang yang dicurigai terinfeksi dan orang yang dipantau. Ini telah membuat banyak pemerintah daerah pada dasarnya berjuang sendiri.

Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, mengungkapkan minggu ini bahwa hampir 300 pasien dan hampir 700 orang sedang dimonitor terkait penyakit COVID-19 ini.

Bahkan ketika tes telah dilakukan, setiap pasien rata-rata membutuhkan tiga hari untuk mendapatkan hasil, karena antrian panjang dan waktu yang diperlukan untuk mengirim spesimen dari daerah terpencil ke Jakarta.

Terlebih lagi, banyak orang yang menghadiri rumah sakit yang menunjukkan gejala belum diseka karena mereka tidak memiliki riwayat perjalanan atau kontak dekat dengan pasien yang dikonfirmasi, meskipun para ahli sekarang mengatakan pertimbangan ini tidak lagi relevan karena Indonesia telah memasuki tahap transmisi lokal.

Perlahan-lahan, negara ini mulai menyadari bahwa ada ratusan atau bahkan ribuan orang yang membawa virus tidak terdeteksi, namun pemerintah pusat masih tidak melakukan apa pun untuk meningkatkan langkah-langkah pengujian.

Semoga kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah saat ini dan pemerintah kedepannya agar tidak menyepelekan dan bersikap acuh terhadap penyakit yang sedang terjadi agar penyakit seperti ini mudah diatasi dan dapat tertangani dengan segera supaya tidak menyebar terlalu luas. 

Penulis merupakan Mahasiswi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam,Fakultas Dakwah dan Komunikasi,UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SHARE :
 
Top