Oleh: Syahrati, S.HI, M.Si

Dosen Prodi Ekonomi Syariah IAI Al-Aziziyah Samalanga

Rokok selalu menjadi perbincangan banyak orang yang tidak pernah habisnya. Hal utama yang dibahas tentu tentang berbagai masalah yang disebabkannya, baik bagi kesehatan ataupun kualitas hidup pecandunya. Sebagian mengatakan, hukum merokok adalah boleh dan tak sedikit yang menyebut hukum rokok adalah subhat, bahkan ada yang mengharamkannya. Sejatinya tidak ada lagi perdebatan mengenai manfaat dan mudaratnya rokok, karena sudah sangat jelas merugikan.  

Dari berbagai aspek, rokok diketahui sebagai kenikmatan yang membawa sengsara, terutama bagi kesehatan dan ketahanan tubuh perokok itu sendiri dan orang di sekitarnya. Rata-rata diperlukan sekitar 15 tahun untuk melihat hasil nyata dari ’’investasi’’ rokok, yaitu berbagai penyakit mematikan. Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara dengan jumlah perokok paling tinggi. Prevalensinya mencapai 33,8 persen atau sekitar 65,7 juta penduduk Indonesia adalah perokok.

Lebih dari 4.000 bahan kimia terdapat di dalam sebatang rokok. Ratusan di antaranya zat beracun dan sekitar 70 bahan di dalamnya bersifat kanker. Bahan-bahan berbahaya pada sebatang rokok antara lain karbon monoksida, tar, gas oksidan dan benzene. Selain bahan-bahan tersebut, masih banyak kandungan beracun pada sebatang rokok seperti arsenic (digunakan dalam pestisida), toluene (ditemukan pada pengencer cat), formaldehyde (digunakan untuk mengawetkan mayat), hydrogen cyanide (digunakan untuk membuat senjata kimia), dan cadmium (digunakan untuk membuat baterai). 

Memang tidak semua perokok akan meninggal akibat penyakit jantung, kanker, paru-paru, atau stroke, namun kebiasaan merokok akan mengganggu dan mengurangi kualitas hidup. Mungkin para pecandu rokok terbiasa mendengar bahaya merokok terhadap tubuh, namun tetap saja tidak menghentikan kebiasaan mengisap rokok, karena merasa saat ini kesehatan perokok masih baik-baik saja. Perlu diingat, merokok sama saja seperti menabung racun pada tubuh yang sedikit demi sedikit bisa menumpuk jika dilakukan terus-menerus. Dengan begitu, risiko menderita penyakit pun akan lebih tinggi pada masa tua.

Kerugian Ekonomi 

Rokok penyumbang terbesar pendapatan cukai dengan kontribusi sebesar 97% pada tahun 2021. Selintas rokok sangat berjasa bagi anggaran dan kekayaan negara, tetapi seyogianya bisa dihitung seberapa besar kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh penyakit-penyakit akibat mengonsumsi rokok. Negara juga kehilangan sesuatu yang lebih penting, yaitu generasi muda yang cerdas dan sehat. Tingginya tingkat perokok dalam masyarakat hampir-hampir mencekik segala bidang, mulai dari pendidikan, tingkat perekonomian dan terutama kesehatan. 

Dibalik pendapatan pajak rokok yang meningkat setiap tahun, kerugian masyarakat karena penyakit dan kematian akibat rokok juga membengkak. Merokok mengakibatkan kerugian ekonomi mencapai US$ 1,44 miliar atau sebesar Rp 20,64 triliun, setara dengan 1,8% dari PNB tahunan dunia. Belum lagi kalau dihitung kerugian akibat absensi sakit, penurunan produktivitas kerja, dan berbagai pengaruh buruk lainnya pada prestasi kerja para perokok. 

Banyak studi tentang rokok mengungkapkan, kepala keluarga miskin yang merokok mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli rokok dibandingkan dengan yang dikeluarkan untuk pendidikan dan kesehatan. Dampaknya adalah, masyarakat miskin tetap bertahan dalam kemiskinannya, sehingga untuk mencapai derajat kesehatan yang baik dan memperoleh pendidikan yang optimal tidak dapat diraih. jadi secara tidak langsung negara mengalami kerugian yang berlipat-lipat atas kemiskinan yang mendera masyarakat.

Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok  dan perokok pasif, yaitu mereka yang menghirup asap dari perokok aktif. Selain itu, penderitaan juga bagi mereka yang harus kehilangan orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini merupakan biaya tinggi dan dampak ekonomi yang harus ditanggung akibat rokok. (editor: smh)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top