Oleh:  Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Kontemplasi Sang Guru


Baitul Mal adalah  lembaga keistimewaan Aceh yang mengelola harta agama, mencakup zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf). Lembaga ini, mempunyai tugas mulia melayani umat dalam menghimpunan, menyalurakan dan mendayagunakan harta agama. Baitul Mal di Aceh tidak terbatas mengelola Ziswaf, namun juga berwenang mengawasi wali anak yatim dan mengurus harta tanpa ahli waris atau ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya. Yang menarik, pendapatan zakat dan infak dibukukan sebagai bagian dari pendapatan asli daerah (PAD). Sementara wakaf (uang) sampai saat ini belum menjadi PAD.  

Nazir Baitul Mal Aceh (BMA), Sayed Muhammad Husen (Chanel YouTube BMA, diakses 20/6/2022) mengatakan, peran zakat dan wakaf di Baitul Mal seharusnya sejajar dan seimbang, sesuai UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pasal 191, bahwa zakat, wakaf dan harta agama lainnya dikelola oleh Baitul Mal. 

Meskipun Baitul Mal agak “tercecer” dalam  pengelolaan wakaf, namun pelayanan umat,  peningkatan kesejahteraan, dan upaya mewujudkan keadilan terus dilakukan sejak tahun 2004. Dalam konteks pengelolan zakat dan infak dapat dikatakan Baitul Mal telah sukses, namun di bidang wakaf jauh tertinggal dibandingkan lembaga lain. Bahkan, pengelolaan zakat dan infak telah menjadi model bagi daerah dan negara Islam lain. 

Untuk meningkatkan kinerja Baitul Mal Aceh (BMA) di bidang wakaf, menurut Sayed,  sejak dua tahun lalu, BMA telah menunjuk pejabat yang menangani wakaf. Itu artinya, secara kelembagaan sudah mulai seimbang antara pengelolaan zakat dan wakaf, meskipun belum optimal. Memang pada tahun pertama (2021) dapat dikatakan peran BMA belum efektif,  hal ini disebabkan masih tahap rintisan dan perumusan konsep. Jadi sangat wajar jika masih ada hal-hal yang kurang sempurna. Namun suatu hal yang menggembirakan, sudah ada pejabat, tenaga profesional dan staf khusus yang sehari-hari mengurus wakaf. BMA juga menyediakan anggaran pengelolaan wakaf. 

Selaku lembaga yang berperan strategis dalam menyelesaikan masalah kesulitan ekonomi umat, BMA tentu terus menyempurnakan regulasi yang diperlukan untuk mengoptimalkan pengelolaan Ziswaf. Di bidang wakaf misalnya, bisa saja BMA memerlukan landasan aturan yang memungkinkan wakaf dikembangkan lebih maju.  Untuk itu, BMA membutuhkan dukungan mitra sukses, yang mendorong BMA bergerak lebih cepat lagi dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf.  

Mengenai rencana ke depan dalam pengurusan masalah-masalah wakaf yang labih baik, Sayed menambahkan, tahun 2022 Subbag Wakaf dan Perwalian BMA, dengan anggaran yang tersedia memprioritaskan legalitas tanah wakaf yang BMA sebagai nazirnya. Ada empat persil tanah sedang diurus Akte Ikrar Wakaf dan sertifikat tanahnya.  Selain itu, BMA telah melakukan pendataan tanah wakaf yang potensial produktif di 15 kabupaten/kota di Aceh. Sisanya akan dilakukan pendataan tahun berikutnya. 

Dalam hal aturan yang diperlukan, BMA telah menyelesaikan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Nazir. Dengan Pergub ini, diharapkan penataan nazir dapat dilakukan lebih tertib dan BMA memiliki landasan hukum untuk melakukan pemberdayaan tanah wakaf yang potensial diproduktifkan. Untuk itu, tahun ini juga akan diadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Nazir Wakaf untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan nazir. 

Pengelolaan wakaf di Aceh memerlukan kumunikasi dan koordinasi yang baik antara Kemenag, Badan Wakaf Indonesia (BW), dan Baitul Mal.  Dalam hal legalitas tanah wakaf penting juga kesepahaman antara Baitul Mal, nazir dan BPN,  akan memudahkan nazir bersama mitra memproduktif tanah wakaf yang ada. Komunikasi dan koordinasi ini terjalin dengan baik dalam dua tahun terakhir.  

Menurut Sayed, sekitar 40% tanah wakaf di Aceh belum memiliki sertifikat. Untuk sertifikasi ini, sebenarnya bukan suatu hal sulit. Nazir dapat difasilitasi oleh Kemenag, Baitul Mal  dan BPN, namun untuk memproduktifkan tanah wakaf tentu memerlukan modal dan kemitraan yang saling mendapatkan manfaat ekonomi. Untuk itu, BMA perlu terus melakukan kajian dan membuat kebijakan supaya dana infak dan dana sosial lainnya dapat digunakan sebagai modal awal memproduktifkan wakaf. 

Dengan demikian, peran strategis BMA dan Baitul Mal Kab/Kota seluruh Aceh akan semakin penting dan strategis dalam pengelolaan wakaf, terutama di bidang sertifikasi tanah wakaf, pendataan nazir, dan memproduktifkan tanah wakaf. Peran strategis lainnya adalah meningkatkan kapasitas nazir dan menyiapkan qanun wakaf yang menjadi landasan pengelolaan wakaf secara konprehensif di Aceh. (Editor: Abrar)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top