Oleh: Sri Suyanta Harsa

Matematika Lailatul Qadar
Saudaraku, tema muhasabah kali ini sebagai pembuka kajian internal terutama saat memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan 1440 kali ini, kita akan menyelami betapa besar keberkahan saat memperoleh kemuliaan lailatul qadar. 

Saudaraku, bukankah ibadah Ramadhan seperti kali ini sudah kita tunaikan berkali-kali sesuai dengan usia baligh kita dan kapan kita memulainya. Makanya ada yang sudah menunaikan ibadah Ramadhan berpuluh-puluh kali. Jika usia kita sekarang setengah abad, maka minimal sudah menunaikan ibadah Ramadhan 40 kali. Coba bayangkan seandainya pada separuhnya saja kita berhasil memperoleh keberkahan lailatul qadar, maka kemuliaannya sudah mencapai 20×1000 bulan = 20.000 bulan atau tidak kurang dari 1.666 tahun. Coba dalam sejatah kemanusiasn, apa ada manusia yang hidupnya di dunia ini sepanjang ini?

Saudaraku itu baru 20 kali, lalu bagaimana kalau sekiranya kita memperoleh kemuliaan setiap penunaian ibadah Ramadhan, maka niscaya kemuliaannya bisa unlimited, tak ada batasnya. Tapi persoalannya, layakkah kita memperoleh kemuliaan lailatul qadar pada setiap tahunnya? Atau sekali saja sudah memadahi.

Tidak mudah menjawabnya saudaraku. Sekali lagi sulit menjawabnya. Malah saya pikir, justru malah kurang etis bila ada yang mengaku ngaku telah memperoleh lailatul qadar. Karena lailatul qadar saya pahami cenderung sebagai sebuah hal (jamaknya ahwal) atau kondisi psikologis yang menyelimuti hati seorang hamba sehingga keseluruhan eksistensi dirinya di dunia ini memberkahi seluruh isi di muka bumi hingga kemuliaan dan kemaslahatannya melampaui usianya sendiri. Hal atau ahwal merupakan karunia Ilahi yang diraih dan dianugrahkan Allah ketika seorang hamba hamba melakukan tarakhi melakukan ketaatan drmi ketaatan hingga puncaknya.

Allah berfirman yang artinya Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sesungguhnya Kami telah mengirim hal demikian di Malam, Kemuliaan, dan tahukah kamu apakah Malam Kemuliaan itu? Malam Kemuliaan adalah lebih baik dibanding seribu bulan; ketika para malaikat beserta Al Ruh hadir atas izin Tuhan mereka untuk tugas masing-masing, kesejahteraan didalamnya sampai terbit fajar. (Qs al-Qadr 1-5)

Dengan normativitas di atas, di antaranya dipahami bahwa seseorang yang memperoleh lailatul qadar, pertama, berhasil menurunkan al-Qur'an di hatinya dan memedomaninya untuk mengarungi hidup kehidupan di dunia ini. Seberapa ayat atau surat yang telah turun di hatinya dan menginspirasi hidupnya, sebegitulah kemuliaannya.

Kedua, seseorang yang memperoleh lailatul qadar, ditandai dengan keberhasilan memenuhi hatinya dengan ilham kebaikan yang diilhamkan oleh malaikat dan tidak menyisakannya untuk ilham kejahatan yang dihembuskan oleh setan. Dalam ayat ditandai dengan turunnya malaikat ke bumi (baca hati) sehingga memenuhi bumi (baca hati), sehingga tidak ada tempat bagi setan di bumi (baca di hati) apalagi selama Ramadhan setan dibelenggu oleh Jibril.

Ketiga, seseorang yang memperoleh lailatul qadar, ditandai dengan keberhasilannya tampil atau hidup di muka bumi ini sejak dari lahir hingga wafatnya selalu menebar salam,  keselamatan, kebajikan ke semua pihak. Dengan demikian kelahirannya ditunggu-tunggu, masa kanak-kanaknya menjadi qurrata akyun, masa remaja dan dewasanya menjadi orang shalih atau shalihah, masa tuanya meraih berkah.  Kehadirannya dinantikan, kebersamaannya menyemangati kebaikan, ketidakhadirannya pun bisa menginspirasi dan kepulangannya ke ilahi ditangisi sembari didoakan agar segera bertemu Ilahi Rabby.

Setelah berusaha menunaikan ibadah Ramadhan baik dengan syiyamu ramadhan maupun qiyamu ramadhan dengan baik, maka sudah selayaknya kita mensyukurinya baik de gan hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri dengan hati dimana kita meyakini sepenuhnya bahwa ketika usaha memaksimalkan ibadah telah kita lakukan, maka biarlah kemurahan Allah menurunkan keberhakan lailatul qadar ke hamba-hambaNya yang dihekendakiNya. Kita berusaha, Allah yang berkuasa.

Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya melafalkan alhamdulillahi rabbil 'alamin. Dengan memujiNya semoga Allah menunrunkan karuniaNya berupa keberkahan lailatul qadar kepada kita.

Ketiga, mensyukuri dengan perbuatan nyata, yaitu mendawamkan (melakukan dengan ajeg atau rutin) ketataan kepada Allah swt sampai benar-benar hati merasa membahagia. (Rubrik Khusus)
SHARE :
 
Top