Oleh: Nursalmi,S.Ag 

Alhamdulillah, Tidak terasa kita telah selesai melaksanakan puasa Ramadhan, bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan sudah berlalu. Sekarang kita memasuki bulan syawal. Kita lanjutkan puasa syawal untuk menggenapkan agar mendapat pahala puasa setahun. Semoga Allah SWT menerima ibadah puasa kita dan mengampuni dosa dosa kita. 

Kita tidak mau menjadi orang-orang yang celaka karena tidak mendapatkan pengampunan dari Allah selama bulan Ramadhan, sebagaimana yang tersebut dalam doa yang diucapkan oleh malaikat Jibril ‘alaihissalam dan diamini oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah Ta’ala )”.

Selama sebulan kita melatih diri, menahan lapar dan dahaga, meninggalkan segala kemaksiatan, memperbanyak ibadah kepada Allah, dengan harapan agar kita mendapatkan nilai dan derajat muttaqin. Sekarang kita sudah keluar dari Ramadhan. Apa yang tertinggal pada diri kita. Masih adakah bekas kebaikan yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari madrasah Ramadhan. Bagaimana upaya kita memelihara istiqamah tersebut pasca Ramadhan, agar Ramadhan hadir sepanjang tahun, dan semoga istiqamah selalu berada dalam ketaatan selamanya sampai akhir hayat. 

Sekarang kita sudah berada di bulan syawal. Masih nampakkah bekas bekas ketaatan seiring dengan berlalunya Ramadhan ataukah sudah hilang ? Apakah amal-amal shalih yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah Ramadhan berakhir? Kadang karena gembiranya memasuki iedul fitri kita sering lupa dengan syari’at. Iedul fitri hanya dijadikan sebatas ajang festival kuliner dan fashion show, serta hura hura yang tanpa sadar kita sudah mengundang dosa untuk datang kembali. 
Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, maka beliau menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang shaleh adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh".

Orang yang shalih adalah yang selalu taat kepada Allah secara totalitas kapanpun dan dimanapun dia berada. Orang yang selalu menjadi hamba-Nya di setiap tempat dan waktu, bukan hanya di waktu dan tempat tertentu. Justru harus lebih shalih lagi di luar Ramadhan untuk mengumpulkan pahala sebanyak banyaknya, karena pahalanya tidak dilipatgandakan sebanyak di bulan Ramadhan. 
Kita juga selalu membutuhkan rahmat sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkannya di bulan Ramadhan. 

Oleh karena itu, kita harus tetap menjaga ibadah, sikap dan prilaku selama Ramadhan agar tetap terpelihara seperti itu meskipun Ramadhan telah berlalu, bukan sebaliknya. Kita telah berpuasa sebulan penuh, maka setelah Ramadhan kita terus membiasakan diri berpuasa sunnah senin kamis atau puasa ayyamul bidh. Selama Ramadhan kita melaksanakan shalat tarawih dan qiyamullail, jangan sampai setelah Ramadhan shalat subuhpun terlewati. Selama Ramadhan kita telah mampu menjaga lisan dan bibir agar selalu dihiasi dengan bacaan Al-Quran dan zikrullah, kita harus malu kepada Allah jika setelah Ramadhan lisan dan bibir yang sama kita gunakan untuk menggunjing dan memfitnah orang. Selama Ramadhan kita telah mampu menundukkan pandangan dengan lawan jenis dan mampu menjaga diri dari ikhtilath, maka seharusnya tidak kita nodai hari yang fitri dengan berdua duaan dan ikhtilat untuk alasan silaturrahim. 

Selama Ramadhan kita telah mampu menjaga makanan dan minuman yang halal, maka setelah Ramadhan kita harus mampu memutuskan hubungan dengan semua makanan dan minuman yang haram. Selama Ramadhan kita telah mampu menjaga aurat, alangkah sedihnya jika setelah Ramadhan aurat kita terbuka di hadapan orang yang bukan mahram saat menerima tamu idul fitri, karena merasa tidak perlu berjilbab jika sedang berada di rumah sendiri. Lebih celaka lagi jika  idul fitri kita nodai dengan acara reunian yang mengundang malapetaka bagi sebuah keluarga. Untuk menjaga itu semua maka kita harus selalu menghadirkan Ramadhan dalam jiwa kita, merasakan seolah olah kita selalu sedang berada di bulan Ramadhan. 

Inilah makna istiqamah yang sesungguhnya dan inilah pertanda diterimanya amal shaleh seorang hamba. Jika seorang beramal shalih dia akan melakukan amal shalih berikutnya. Dan sebaliknya, jika Allah tidak menerima amalan kebaikan kita dan tidak menjaga kita, maka setelah melakukan amalan buruk akan dilanjutkan dengan amalan buruk lagi. 

Oleh karena itulah, Rasulullah SAW mensunnahkan puasa enam hari di bulan Syawwal setelah puasa Ramadhan, untuk mendapatkan keutamaan yang besar yaitu pahalanya seperti puasa setahun penuh, sebagaimana sabda Rasululah SAW, “Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh.

Inilah bentuk amal kebaikan yang paling dicintai oleh AllahTa’ala dan Rasul-Nya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala  adalah amal yang dikerjakan terus menerus meskipun sedikit.”

Untuk itu, mari kita introspeksi diri, apakah kita termasuk orang-orang yang beruntung dan diterima amal kebaikannya atau malah sebaliknya.Untuk memelihara istiqamah, maka tetaplah melaksanakan puasa, shalat malam, bersedekah, membaca Al Quran, berzikir dan ibadah ibadah lain sebagaimana kita melaksanakannya di bulan Ramadhan. Jika kita masih tetap melaksanakannya maka kita termasuk orang yang beruntung, jika sebaiknya kita meninggalkan semua aktifitas tersebut maka kita termasuk orang yang rugi. Semoga Allah selalu meberikan kita hidayah dan istiqamah berada pada syari’at-Nya sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.
SHARE :
 
Top