Oleh: Baihaqi

ilustrasi
Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan virus corona (covid 19) sebagai pandemi global, istilah lockdown menjadi familiar di tengah masyarakat. Bahkan di tingkat Desa pun telah memberlakukan “ lockdown” untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid 19. Walaupun istilah penyebutan lockdown kurang tepat untuk kita sebutkan, pada banyak pemberitaan media baik cetak maupun elektronik, banyak desa yang telah melaksanakan imbauan “lockdown“ secara lokal. 

Tak hanya di pulau jawa, di Aceh pun banyak yang  melaksanakan “lockdown“ dengan menutup akses jalan keluar masuk desa. Ini hal yang sangat wajar karena kekhawatiran masyarakat desa yang sangat tinggi apalagi jika terdapat warga yang terinfeksi atau bahkan dicurigai terkena wabah ini. Namun daripada itu, “lockdown“ pada tingkat pedesaan haruslah terkontrol dan terkoordinasi dengan baik, mulai dari proses sosialisasi ke masyarakat, pengawasan akses jalan masuk dan keluar, maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat sehingga kita benar- benar melaksanakan ‘lockdown“ untuk memutus mata rantai penyebaran wabah penyakit ini. 

Undang – Undang  Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mendefinisikan bahwa  kekarantinaan kesehatan  (sekarang kita lebih sering menyebut lockdown) adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan / atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Pada Pasal 1 UU ini disebutkan bahwa Kedaruratan kesehatan masyarakat dapat diartikan sebagai kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara 

Ditegaskan pada Pasal 10 bahwa wewenang penetapan dan pencabutan kedaruratan kesehatan masyarakat adalah wewenang pemerintah pusat. Keputusan karantina harus berdasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi sosial, budaya, dan keamanan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan melalui penyelenggaraan kekarantinaan masyarakat. 

Pada pasal  49 juga disebutkan bahwa terdapat beberapa jenis karantina dalam situasi darurat meliputi karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan pembatasan sosial (social distancing ) berskala besar oleh pejabat karantina kesehatan.

Untuk karantina rumah dijelaskan pada Pasal 50,51 dan 52  bahwa Karantina Rumah dilaksanakan pada situasi ditemukannya kasus Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang terjadi hanya di dalam satu rumah Karantina Rumah dilaksanakan terhadap seluruh orang dalam rumah, Barang, atau Alat Angkut yang terjadi kontak erat dengan kasus. Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada penghuni rumah sebelum melaksanakan tindakan Karantina Rumah.Penghuni rumah yang dikarantina selain kasus, dilarang keluar rumah selama waktu yang telah ditetapkan oleh Pejabat Karantina Kesehatan.Selama penyelenggaraan Karantina Rumah, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Rumah dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.

Pada Bagian Ketiga tentang Karantina Wilayah, diatur jelas pada pasal 53,54,dan 55 yaitu Karantina Wilayah merupakan bagian respons dari Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Karantina Wilayah dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut. Pejabat Karantina Kesehatan wajib memberikan penjelasan kepada masyarakat di wilayah setempat sebelum melaksanakan Karantina Wilayah.Wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh Pejabat Karantina Kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina. Anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina. Selama masa Karantina Wilayah ternyata salah satu atau beberapa anggota di wilayah tersebut ada yang menderita penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi maka dilakukan tindakan Isolasi dan segera dirujuk ke rumah sakit. Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait. Selanjutnya Pasal 56, 57 dan 58 menjelaskan tentang  Karantina Rumah Sakit jika memang wabah dapat dibatasi hanya di dalam satu atau beberapa rumah sakit saja,  maka Rumah sakit harus diberikan garis batas dan dijaga oleh pihak berwenang serta kebutuhan hidup dasar  orang yang dikarantinadi jamin oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah.

Masyarakat sangat merasakan dampaknya adalah pada penerapan Pasal 59 yaitu  Pembatasan Sosial Berskala Besar yang merupakan bagian dari respons Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Pembatasan Sosial Berskala Besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.

Pembatasan Sosial Berskala Besar setidaknya  meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Penyelenggaraan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal inilah yang menurut hemat penulis menjadi landasan mengapa istilah lock down menjadi sangat popular, mulai dari imbauan peliburan sekolah, tempat kerja dan fasilitas umum, pemblokiran jalan hingga di pedesaan serta pemberlakuan jam malam dengan batas jam tertentu. Tentu Surat Edaran yang dikeluarkan oleh para Pejabat Pemerintahan mengacu pada Undang – Undang  Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan ini. (Dikutip dari berbagai sumber)

Penulis merupakan Alumnus Disaster Management Universitas Syiah Kuala dan Mantan Salah satu Sekdes di Aceh Besar
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top