Oleh Dr. Sri Suyanta Harsa, MAg
Dosen FTK UIN Ar-Raniry

sumber ilustrasi: dewangga umrah
Muhasabah 6 Dzulhijjah 1441
Ihram dipahami sebagai kesadaran sepenuhnya bahwa seseorang telah berniat menunaikan haji sembari mengenakan pakaian khas ihram sebagai ikatan hati dimana telah menjadi penanda yang mengawali serangkaian pelaksanaan ibadah haji di tanah suci.

Terdapat banyak pelajaran pada rukun haji pertama ini. Di antaranya: pertama, nilai kesetaraan dan kesederhanaan. Dua nilai kemuliaan ini, sangat ditekankan oleh Islam pada umatnya.  Dengan mengenakan pakaian ihram; dua helai berwarna putih tanpa jahitan dapat meneguhkan kesetaraan dan kesederhanaan para insan. Inilah simbol persamaan derajat kemanusiaan dan kesederhanaan. Karena pakaian lahiriah seperti warna kulit, ras, suku bangsa, partai, pangkat dan jabatan atau asesorisnya yang selama ini "dikenakan" di lingkungan sosiokulturalnya sering menjadi pembeda status sosial manusia, dan dengannya kemudian menyebabkan timbulnya sikap sombong lalu mendiskriminasi antar satu dengan lainnya. Padahal semua itu adalah pakaian yang pasti suatu saat akan ditanggalkannya atau dilepaskan oleh keluarganya. Oleh karena itu, pakaian ihram mengajarkan persamaan derajat kemanusiaan sekaligus kesederhanaan hidup.

Kedua, simulasi mati. Dengan mengenakan pakaian ihram akan segera mengingatkan bahwa suatu ketika pakaian seperti inilah yang akan membungkus jasadnya saat ruhnya meninggalkannya dunia ini. Kita mesti ingat saat badan dibalut dengan kain kafan sehingga diri ini pasrah, bersahaja, dingin teduh, tidak meronta-ronta dan jauh dari sikap sombong, serakah dan mau menang sendiri. Nah, orang yang bersikap sombong, serakah dan mau menang sendiri itu berarti sedang mengundang kematian (baca kematian hatinya).

Ketiga, 'iffah. Saat sudah ihram, maka jamaah harus mengindahkan aturan Allah, seperti menjaga kesucian diri ('iffah) dengan tidak bercumbu mencampuri istri atau suami, menjauhkan diri dari perilaku merusak seperti mencabut atau menebangi pepohonan, berburu binatang dan menumpahkan darah. Inilah universalitas Islam, memelihara, menghidupi dan merahmati segala alam. 

Keempat, apa adanya dan tidak neko-neko. Saat berihram, para jamaah bersimpuh di rumah Allah (Baitullah) apa adanya; tidak ada embel-embel pangkat, kekayaan duniawiyah, bahkan tidak diperkenankan memotong kuku, menyukur rambut sekalipun agar kelihatan jelas aslinya. Persis saat nanti menghadap Ilahi.

Ya inilah ihram, Allah sedang mengajarkan universalitas, kesetaraan, kesederhanaan, simulasi kematian, tampil apa adanya dan tidak perlu neko-neko.  Pesan moral ini dan kemungkinan selainnya akan terus berlaku kapan saja, dimana saja dan untuk siapa saja. Semoga kita bijak memaknainya. Aamiin.

Editor: smh
SHARE :
 
Top