Oleh Juariah Anzub, S.Ag

Penulis Buku Menjadi Guru Profesional


Sebuah kisah indah  mengharukan yang diangkat dari.riwayat salah seorang ummul Mukminin yang terakhir dinikahi Rasulullah saw. Meskipun pada hakikatnya, semua para istri Rasulullah saw memiliki kelebihan dan keistimewaan yang bervariasi. Diantara mereka ada yang paling kaya hartanya, yang paling muda usianya, yang paling cantik rupanya, yang paling berat cemburunya, yang paling lembut prilakunya, yang paling taat ibadahnya, yang paling fasih bacaannya, yang paling pandai dakwahnya, yang paling tua usianya dan yang paling terakhir dinikahinya. Menjadi istri dan kekasih terakhir baginda Nabi saw merupakan kesan tersendiri bagi Maimunah.  Karena setelah itu Rasulullah saw tidak menikah lagi hingga beliau wafat.

Kini mari kita melirik sekilas tentang ibunda tercinta  Maimunah binti Harits, yang  menurut penuturan Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya Biografi 35 Shahabiyah Nabi saw, bahwa keimanan ibunda Maimunah dapat memancarkan  kehangatan dan cahaya hati bagi para wanita mukminah lainnya. Menjadi teladan terpuji yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan bagi orang-orang yang ingin mencari jalan keselamatan. Kesucian wanita ini bagaikan mutiara berharga yang masuk ke dalam rumah tangga Rasulullah saw. 

Siapa yang tidak terangkat derajatnya jika dinikahi oleh seorang pemimpin orang-orang terdahulu dan yang akan datang, baginda Rasulullah saw. Istri-istri beliau merupakan para wanita pilihan yang telah dipersiapkan Allah sedemikian rupa untuk mendamping kehidupan  beliau yang penuh warna warni. Mereka para wanita tangguh dan bermartabat tinggi serta dimuliakan sampai hari kiamat nanti. Berhiaskan keimanan serta  berpayungkan ketauhidan. Pemimpin para wanita sejagat raya dengan kejernihan yang terpancar dari wajah-wajah bening seindah mutiara.

Berawal kisahnya ketika musim haji tiba, Rasulullah mengajak para sahabat mengerjakan ibadah haji dan umrah. Dikala situasi sudah dinyatakan aman dengan sejumlah perjanjian yang dibuat Rasulullah saw. Hal ini untuk menjamin keselamatan dan ketenangan hidup kaum muslim dari rongrongan kaum kafir Quraisy. Perjanjian yang dibuat atas kesepakatan bersama yang menguntungkan kedua belah pihak dengan syarat tidak saling melanggar. 

Dalam bukunya Syaikh Mahmud Al-Mishri  menuturkan. Disepanjang perjalanan menuju Mekah,  kaum Muhajirin hanya bisa  menyaksikan dan merasakan indahnya kenangan manis di Mekah. Tempat mereka menghabiskan masa-masa  kecil dan masa muda dengan penuh kebahagiaan. Kenangan itu terbayang dalam benak mereka   sebagai cerita indah yang sulit terlupakan.

Sambil melintas, para sahabat hanya bisa menyaksikan dan menatap sepintas pemandang yang menyayat hati. Terkenang beribu kenangan tanah air tercinta tempat mereka dilahirkan ke dunia ini. Sebagian dari rumah mereka dinyatakan rata dengan tanah. Namun pemandangan pilu  tersebut tidaklah membuat mereka lemah dan bersedih yang dapat menimbulkan bekas luka di hati. Ini disebabkan karena hati mereka telah disirami dengan keimanan dan kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Kerinduan yang selama ini menyelimuti hati dan pikiran mereka kini telah terobati. Meskipun hanya sekilas pandang tanpa bisa menjangkaunya kembali. Mereka rindu dengan sanak saudara yang ditinggalkan ketika hijrah. Rindu ingin melepaskan dahaga dengan air Zamzam dan bertawaf di Baital Atiq. Kini kesempatan tersebut tiba, mereka bertawaf di Baital Atiq sambil mengumandangkan talbiyah dengan penuh rasa haru. Mereka bertawaf didampingi Rasulullah saw. Sungguh suatu hal yang sangat membahagiakan. 

Syaikh Mahmud Al-Mishri menyebutkan, setelah pelaksaan rukun haji dan umrah selesai, Rasulullah saw singgah di kota Mekah selama tiga hari. Pada hari keempat orang-orang musyrik menemui Ali dan memerintahkan Rasulullah agar segera meninggalkan Mekah karena waktu sudah pelaksanaan umrah telah selesai. Rasulullah saw  meninggalkan Mekah dan singgah di Sharf serta menetap disana dalam  beberapa waktu.

Di Sharf Rasulullah saw menikahi seorang perempuan mulia, Maimunah binti Harits Al-Amiriyah. Sebelumnya  Beliau mengutus Ja'far bin Abu Thalib untuk menemui Maimunah. Sementara Maimunah mewakilkan urusannya kepada iparnya Abbas, suami Ummu Fadhl. Pernikahanpun berlangsung di Sharf. Rasulullah saw mewakilkan Abu Rafi' untuk menjemput Maimunah hingga mereka bertemu di Sharf, dan Beliau menggaulinya di sana. Maka sejak saat itu, Maimunah telah masuk ke rumah tangga nubuwah dan menjadi salah seorang ummul mukminin. Rasulullah saw menyediakan sebuah rumah sederhana yang berdindingkan keimanan dan beratapkan ketakwaan. 

Dari kisah ini, ada suatu hal  menarik yang sangat mengharukan hati. Selain seorang yang gigih menegakkan hukum Allah, Maimunah sangat mencintai Rasulullah hingga akhir hayatnya. Sebelum meninggal dunia, Rasulullah saw pernah mengabarkan kepada Maimunah tentang dimana tempat Maimunah akan  mengakhiri hidupnya. 

Dalam riwayatnya Yazid bin Asham berkata, "Suatu ketika Maimunah istri Rasulullah saw jatuh sakit di Mekah dan sakitnya semakin parah. Sementara di sana tidak ada seorangpun sanak saudaranya. Ia kemudian berkata, "keluarkan aku dari Mekah, karena aku tidak akan mati di sana. Rasulullah saw pernah mengabarkan kepadaku bahwa aku tidak mati di Mekah."

Zayid berkata, kemudian mereka membawanya keluar  hingga setelah tiba di Sharf, dekat sebuah pohon tempat dulu Rasulullah saw menggaulinya disebuah tempat di Quba. Ketika tiba di sana, Maimunahpun meninggal dunia dengan tenang. Disitulah letak nostalgia indah tempat mereka bercinta dahulu.  Yang ternyata menjadi tempat terakhir pula bagi kehidupan Maimunah. Tempat kematian indah yang  romantis. Lalu mereka  menguburkannya di Sharf,  bawah sebatang pohon kenangan tempat mereka bernostalgia dengan penuh cinta kasih. 

Demikian terkesannya Maimunah dengan tempat bersejarah tersebut. Tempat ia dinikahi dan berawal kebahagiaannya dengan Rasulullah saw, sekaligus sebagai tempat terakhir dan  pusaranya. Tempat ia beristirahat menunggu tiba saatnya bertemu kembali dengan sang kekasih hatinya.

Begitulah kisah perjalanan  indah ummul mukminin ibunda Maimunah. Ketulusan hatinya sebagai  bukti nyata bahwa cinta suatu anugerah dari Allah Swt. Ketulusan cinta karena Allah akan mendapatkan kemuliaan dan ridha-Nya.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top