Fungsi dan wewenang anggota dan lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI harus segera ditingkatkan dan diperkuat. Pasalnya, selama ini fungsi dan wewenang anggota dan lembaga DPD masih sangat terbatas, sehingga tidak bisa mengambil kebijakan strategis. Dan salah satu caranya adalah dengan melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Hal tersebut mencuat dalam kegiatan Diskusi Publik yang diselenggaarakan oleh Badan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) DPD RI bekerjasama dengan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Unsyiah di Aula Pascasarjana Fakultas Hukum Unsyiah, Darussalam, Kamis (3/8). Diskusi Publik tersebut mengangkat tema “Urgensi Penataan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Melalui Perubahan UUD NRI Tahun 1945”
Pakar Hukum Tata Negara Unsyiah, Prof. Dr. Edi Purnama, SH., MH mengatakan munculnya DPD merupakan salah satu keinginan bersama dari langkah reformasi untuk memberdayakan lembaga perwakilan melalui checks and balances systemdengan pertimbangan bahwa DPR tidak mewakili “seluruh” aspek kehidupan karena di dalam kehidupan sehari-hari selain perwakian secara individu juga dikenal perwakilan secara fungsional dan teritorial.
Untuk itu sambungnya, diperlukan lembaga lain yaitu DPD untuk menyerap aspirasi yang tidak bisa dilakukan oleh DPR. Juga keberdaan DPD dalam sistem perwakilan Indonesia dimaksudkan menjadi konytrol bagi DPR untuk menghindari terjadinyalegistative heavy.
“untuk dapat melaksanakan tujuan tersebut lembaga DPD perlu dibekali dengan kewenangan secara seimbang dengan DPR,” ungkap Prof Edi.
Guru Besar Unsyiah ini menambahkan dalam setiap Pemilu rakyat menaruh harapan agar kekuasaan yang diemban oleh wakil-wakilnya di DPR dan DPD dapat dilaksanakan dengan baik. Kedua lembaga perwakilan tersebut diharapkan mampu mengakumulasikan berbagai kepentingan serta dapat memenuhi kepentingan kelompok masyarakat yang beraneka ragam.
“Oleh karena itu untuk mengembalikan kepada suatu keadaan yang diharapkan tentang keberadaan DPD agar sesuai dengan prinsip checks and balances, maka perlu dilakukan reposisi kewenangan DPD melalui perubahan kembali terhadap UUD 1945. Dan upaya ini harus segera dilakukan agar penyelenggaraan pemerintahan tidak lari dari koridor yang telah disepakati,”tegas Prof Edi.
Sementara perwakilan media Yarmen Dinamika mengatakan gagasan dasar pembentukan lembaga DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik, untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah.
“Akan tetapi Kondisi objektif DPD saat ini adalah kewenangannya yang sangat terbatas, sebagaimana bunyi Pasal 22D UUD NRI Tahun 1945,” kata Yarmen.
Ia menyarankan supaya DPD lebih bertaji maka perlu dilakukan langkah taktis, diantaranya penguatan DPD dapat dilakukan dengan perubahan UU tentang Anggaran dan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Inilah ruang paling terbuka bagi keterlibatan DPD dalam pembahasan tahap I anggaran transfer daerah dalam APBN (DAU dan DAK) serta fungsi pengawasan oleh anggota (lembaga) DPD terhadap penggunaan dana tersebut di tiap daerah.
Kemudian dalam rangka memperkuat posisi daerah yang bersifat satuan khusus dan istimewa berbasis Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945, perlu kita usulkan penguatan peran DPD. Agar tidak semua regulasi lokal digeser, dianulir, atau dimensohkan satu per satu pasalnya oleh MK atau oleh UU setara yang ditetapkan kemudian.
“Seperti kasus UU Pemilu 2017 terhadap 2 pasal UUPA pada bulan Juli lalu,” kata Yarmen mencontohkan.
Ia menambahkan kewajiban wakil daerah di pusat (DPD & DPR) menjaga sekaligus mencari perbaikan dan penguatan daerah yang bersifat khusus dan istimewa.
“Perlu diingat bahwa beberapa kekhususan Aceh sudah menjadi norma umum bagi daerah lain (karena perubahan paradigma secara politik), maka penguatan kekhususan ini perlu kaji ulang,” ungkap Yarmen.
Dosen Unsyiah Dr Zahratul Idami SH MH juga setuju dengan adanya upaya untuk melakukan perubahan terhadap UUD NRI tahun 1945. Hal ini untuk meningkatkan peran, fungsi dan kewenangan DPD agar lebih maksimal dalam bekerja.
Sementara itu Anggota BPKK DPD RI, Drs. H. Ghazali Abbas Adan dalam sambutannya mengatakan tujuan dari diskusi publik ini adalah untuk membangun opini positif masyarakat terhadap isu penataan sistem ketatanegaraan Indonesia melalui usul Amandemen UUD 1945 juga untuk menggalang dukungan prominen ahli maupun akademisi dan stakeholders daerah terhadap usul Amandemen UUD NRI 1945.
“melalui kegiatan ini kami berharap adanya opini positif masyarakat terhadap isu penataan sistem ketatanegaraan Indonesia melalui usul Amandemen UUD 1945. Selain itu adanya dukungan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan bangsa terhadap usul Amandemen UUD 1945 dalam proses penguatan peran dan fungsi serta kewenangan DPD,” tegas Wakil Ketua Komite IV DPD RI ini.
Ketua Panitia Dr M Din SH MH dalam laporannya mengatakan kegiatan diskusi publik ini menghadirkan pemateri Drs. H. Ghazali Abbas Adan, Prof. Dr. Edi Purnama, SH., MH, Prof. Dr. Faisal A. Rani, SH., MH dan Yarmen Dinamika. Dan diikuti oleh 50 peserta yang terdiri dari beberapa unsur diantaranya adalah Unsur Pemerintah Daerah, Civitas akademika perguruan tinggi negeri/swasta, Pakar hukum tatanegara, Organisasi Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat serta elemen-elemen kemasyarakatan lainnya dan Unsur media/pers.