Oleh Dr. Sri Suyanta Harsa, MAg
Muhasabah 24 Syawal 1440

Ilustrasi
Saudaraku, menyambung tema muhasabah tentang menangkap pesan moral syawalan, yakni upgrading personaliti islami, maka tema muhasabah hari ini adalah berusaha menjadi lebih hidup agar tidak menjadi kerangka berjalan.

Bila esensi hidup itu dimaknai dengan mengabdi pada Ilahi, maka tuntutan dan tuntunannya menjadi lebih hidup bermakna lebih mengabdi pada Ilahi, sehingga pengabdian menjadi tatanan manusia yang berkeadaban mulia. Mafhum mukhalafahnya adalah orang yang tidak mengadi pada Ilahi sejatinya sudah tidak hidup lagi, meskipun masih bernafas ke sana ke sini.

Bila esensi hidup itu dimaknai dengan memakmurkan bumi, maka tuntutan dan tuntunannya menjadi lebih hidup bermakna lebih memamurkan bumi ini, sehingga memakmurkan bumi menjadi tatanan manusia yang berkeadaban mulia. Mafhum mukhalafahnya adalah orang yang tidak memakmurkan bumi sejatinya sudah tidak hidup lagi.

Bila esensi hidup itu dinaknai dengan gerak teleologis pada Ilahi, maka tuntutan dan tuntunannya menjadi lebih hidup bermakna lebih bergerak mendekat pada Ilahi, sehingga  bergerak mendekati Ilahi rabbiy menjadi tatanan manusia yang berkeadaban mulia. Mafhum mukhalafahnya adalah orang yang tidak bergerak teleologis pada Ilahi sejatinya sudah tidak hidup lagi, meskipun masih makan sesukanya.

Bila esensi hidup itu dimaknai dengan memberi kemanfaatan seluas-luasnya di bumi, maka tuntutan dan tuntunannya menjadi lebih hidup bermakna lebih banyak berkiprah memberi kemanfaatan pada sesamanya, sehingga memberi kemanfaatan ini menjadi tatanan manusia yang berkeadaban mulia. Mafhum mukhalafahnya adalah orang yang tidak memberi manfaat apa-apa pada kehidupan ini sejatinya sudah tidak hidup lagi, meskipun masih bisa berkata-kata apa saja.

Bila esensi hidup itu dimaknai dengan jihad atau perjuangan, maka tuntutan dan tuntunannya menjadi lebih hidup bermakna berjuang lebih dari sebelumnya, sehingga tuntutan dan tuntunan berjuang ini menjadi tatanan manusia yang berkeadaban mulia. Mafhum mukhalafahnya adalah orang yang tidak melakukan jihad atau berjuang sejatinya sudah tidak hidup lagi, meskipun masih bernafas ke sana ke sini.

Bila esensi hidup itu dimaknai dengan bahagia membahagiakan, maka tuntutan dan tuntunannya menjadi lebih hidup bermakna lebih merasa bahagia dan dapat membahagiakan orang lain, sehingga tuntutan dan tuntunan bahagia membahagiakan ini menjadi tatanan manusia yang berkeadaban mulia. Mafhum mukhalafahnya adalah orang yang tidak bahagia membahagiakan sejatinya hidupnya sudah tidak sempurna lagi.

Bila esensi hidup itu dimaknai sebagai kondisi yang sejahtera mensejahterakan, maka tuntutan dan tuntunannya menjadi lebih hidup bermakna ketika sejahtera dan dapat mensejahterakan  orang lain, sehingga tuntutan dan tuntunan sejahtera mensejahterakan ini menjadi tatanan manusia yang berkeadaban mulia. Mafhum mukhalafahnya adalah orang yang tidak sejahtera mensejahterakan sejatinya hidupnya sudah tidak sempurna lagi. Dan seterusnya.

Saudaraku, semua karakteristik hidup sebagaimana telah disebutkan di atas mengindikasikan sifat kedinamisan yang terus berorientasi menjadi lebih baik, sehingga hidup benar-benar lebih hidup. Karena kita dituntun dipandu oleh Allah Yang Maha Hidup Menghidupkan, al-Hayyu. Kita sebagai hamba Allah, berusaha mensyukuri asmaul husnaNya Allah al-Hayyu.

Al-Hayyu dipahami bahwa Allah adalah Rabb yang maha hidup, sumber kehidupan, dan maha menghidupkan seluruh makhlukNya. Allah berfirman yang maknanya, adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk Nya)”. (QS. Al-Baqarah  255)

Demikian juga dalam firmanNya yang lain, Alif Laam Miim, Allah adalah sesembahan yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Maha Hidup Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk Nya)”. (QS. Ali ‘Imran 1-2:)

“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Maha Hidup lagi senantiasa mengurus (makhluk Nya).”. (QS. Thaha 111)

Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? (Qs. Al-An'am 95)

Karena sebagai sumber kehidupan, maka hanya Allahlah yang menghidupkan dan mematikan segala yang ada. Oleh karena itu setiap rasulNya juga mengingatkan umatnya, seperti katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“. (Qs. Al-A'raf 158)

Dan, Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (Qs. Al-Taubah 116)

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?“ Maka mereka akan menjawab: “Allah“. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?“ (Qs. Yunus 31)

Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (Qs. Yunus 56)

Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi. (Qs. Al-Hijr 23)

Oleh karena itu sudah seharusnya kita sebagai orang beriman terus berusaha mengembangkan akhlak untuk mensyukuri hidup yang benar-benar dapat lebih hidup, baik dengan hati, lisan maupun dengan perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri hidup dengan hati kita lakukan dengan benar-benar meyakini bahwa Allah maha hidup, sumber kehidupan dan zat yang menghidupkan segalanya, menghidupkan kita, menghidupkan semangat keberislaman kita, dan yang menghidupkan hati kita. Kita menjadi hambaNya, juga dianugrahi sebagian sifatNya sehingga bisa hidup dan menghidupkan suasana, menghidupkan pengabdian, menghidupkan dakwah dan pendidikan, memberi manfaat, sejahtera mensejahterakan, dan bahagia membahagiakan.

Kedua, mensyukuri hidup dengan lisan kita lakukan dengan memujiNya dan memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin, semoga Allah senantiasa memberi hidayahNya kepada kita agar ketika di dunia ini kita tetap hidup, hidup yang sebenarnya hidup. 

Ketiga, mensyukuri hidup dengan perbuatan nyata seperti terus berupaya menghidupkan suasana, mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarga.

Untuk meneguhkan sifat bahwa kita benar-benar hidup dan tuntunan bisa lebih hidup di dunia ini menjadi terpatri di hati menyembul dalam perilaku, maka kita basahi lisan ini dengan mengulang-ulang mengucapkan Allah ya Hayyu Allah ya Hayyu, Allah ya Hayyu, Allah ya Hayyu. dan seterusnya.

Penulis merupakan Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry

SHARE :
 
Top